30 Mahasiswa Asing Peserta GSW FEB UGM Belajar Kewirausahaan di DIY

Phasiree Thanasin memperlihatkan karya membatiknya di Wukirsari, Imogiri, Bantul, DIY. (foto : istimewa)
Phasiree Thanasin memperlihatkan karya membatiknya di Wukirsari, Imogiri, Bantul, DIY. (foto : istimewa)

YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Sebanyak 30 mahasiswa asing dari berbagai negara dunia dan 56 mahasiswa Indonesia mengikuti Global Summer Week (GSW) 2024 di Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM). Mereka belajar dan praktek kewirausahaan di 10 tempat field trip di Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang berada di Kabupaten Sleman, Kabupaten, Bantul, Kabupaten Kulonprogo, dan Kabupaten Gunungkidul, Kamis (18/7/2024).

GSW 2024 merupakan agenda rutin tahunan yang diselenggarakan FEB UGM sejak tahun 2014 silam. GSW diselenggarakan dalam berbagai bentuk seperti executive talk, kuliah, kunjungan lapangan, proyek kewirausahaan sosial, dan kegiatan budaya.

Tahun 2024, GSW mengusung tema Sustainable Futures: Igniting Change through Social Entrepreneurship and Innovation. Kegiatan yang berlangsung selama 11 hari, pada Kamis – Ahad (15-25/7/2024) ini diikuti 30 mahasiswa asing dari berbagai negara di dunia dan 56 mahasiswa dari sejumlah universitas di Indonesia. Kegiatan field trip ini diharapkan para mahasiswa mendapatkan kesempatan untuk mengenal dan belajar langsung terkait kewirausahaan sosial yang dijalankan masyarakat Indonesia, khususnya di wilayah DIY.

Phasiree Thanasin, mahasiswa dari asal Chiang Mai University tampak memanfaatkan betul kesempatan ini untuk mengeksplorasi lebih jauh tentang kewirausahaan sosial yang dijalankan di Indonesia, khususnya di Desa Wukirsari, Kabupaten Sleman, DIY. “Wukirsari adalah desa kerajinan dan di sini saya banyak merefleksikan budaya Chiang Mai dan Thailand karena Chiang Mai adalah jantung kerajinan di Thailand. Kami memiliki banyak desa kerajinan yang mirip dengan wisata kerajinan,” kata Thanasin.

Thanasin mengaku ada banyak persamaan sekaligus perbedaan budaya maupun dalam menjalankan kewirausahaan. Di Indonesia terkenal dengan budaya gotong-royong di masyarakatnya, hal tersebut juga dimiliki oleh masyarakat Thailand. “Di Thailand, masyarakatnya mencoba melakukan sesuatu seperti gotong royong, seperti seluruh desa yang bekerja bersama,” jelasnya.

Kelompok GSW di Centra Batik Wukirsari, Imogiri, Bantul, DIY. (foto : istimewa)
Kelompok GSW di Centra Batik Wukirsari, Imogiri, Bantul, DIY. (foto : istimewa)

Phasiree Thanasin mengaku kesempatan ini merupakan kali pertama kalinya berkunjung dan merasakan interaksi langsung dengan masyarakat Indonesia. Ia merasakan pengalaman budaya yang sangat luar biasa lewat kegiatan GSW 2024 ini dan belajar lebih dalam tentang kewirausahaan sosial di Indonesia. “Melalui kegiatan GSW ini saya bisa mengetahui lebih banyak hal dan belajar langsung tentang Indonesia,” katanya.

Hal senada disampaikan mahasiswa Nanyang Technological University Singapura, Desiree Chooi Huien. Pria asal Singapura ini merasakan sebuah perjalanan dan pengalaman menarik selama mengikuti GSW 2024. “Saya memeperoleh pengalaman turun ke yayasan dan desa untuk belajar lebih banyak tentang bagaimana kewirausahaan bekerja di Indonesia,” kata Chooi Huien.

Kunjungan lapangan ini membuka matanya untuk melihat langsung bagaimana masyarakat Indonesia mencoba memadukan alam dengan berbisnis dan menggunakan sumber daya yang dimiliki. Masyarakat membangun bisnis demi kemajuan diri mereka sendiri dan masyarakat. “Belajar dari para senior di desa ini sangat memperkaya pengetahuan saya,” ungkapnya.

Desiree Chooi Huien mengatakan di Singapura tidak memiliki banyak sumber daya alam layaknya Indonesia. Ketika dia melihat berbagai hal yang ada di Desa Wukirsari, semuanya dilakukan sangat alami dan membumi. “Tidak seperti di Singapura yang segala sesuatunya bergerak sangat cepat, di Desa Wukirsari budaya dan tradisi sangat terasa kental dan menjadi pegangan masyarakatnya,” terangnya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *