YOGYAKARTA — Sebanyak 200 mahasiswa dari 18 provinsi di Indonesia mengikuti kuliah perdana Pendidikan dan Pelatihan Kelapa Sawit Setara D1 di Kampus Instiper Yogyakarta, Kamis (9/11/2017). Pembukaan kuliah ditandai dengan penyerahan kartu mahasiswa kepada perwakilan mahasiswa dari Aceh dan Papua.
Dijelaskan Sri Gunawan, Direktur Akademi Komunitas Perkebunan Yogyakarta, pendidikan ini bisa berlangsung berkat kerjasama Instiper Yogyakarta, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), dan Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo). Sebanyak 200 mahasiswa merupakan hasil seleksi dari 1.353 calon mahasiswa atau persaingan 1:4,5.
“Indonesia adalah negara agraris yang gemah ripah loh jinawi. Namun ironisnya tidak satu pun komoditas pertanian di Indonesia yang menang dengan negara lain. Kecuali komoditas kelapa sawit,” kata Sri Gunawan.
Karena itu, lanjut Sri Gunawan, komoditas kelapa sawit harus diperhatikan keberlanjutannya agar Indonesia tetap menjadi nomor satu di dunia sebagai penghasil kelapa sawit. Industri perkebunan selalu berpegang pada slogan ‘Sawit Indonesia More Sustainable.’
Namun untuk mewujudkan slogan tersebut mengalami beberapa kendala. Di antaranya,
luas perkebunan rakyat saat ini seluas 4,5 juta hektare. Seluas dua juta hektare dikelola petani plasma, sedangkan 2,5 juta hektare dikelola petani swadaya. Produktivitas baru mencapai 30-45 persen.
Hal ini disebabkan, ujar Gunawan, usia petani sudah semakin tua. Generasi muda semakin tidak senang bekerja di perkebunan dengan alasan pekerjaannya di tempat kotor, lokasi jauh, dan tidak ada sinyal telepon.
Di sisi lain, kata Gunawan, pemerintah mencanangkan program ‘Sawit Berkelanjutan’ dengan visi 35/26. Artinya, target produktivitas kelapa sawit 35 ton tandah buah segar (TBS) per hektare per tahun dengan rendemen 26 persen.
“Target ini tidak akan tercapai bila tidak ada peningkatan produktivitas perkebunan kelapa sawit. Karena itu, diperlukan sumber daya manusia (SDM) dan kader-kader muda yang banyak serta bersedia bekerja di perkebunan. Pendidikan ini merupakan salah satu solusinya,” kata Gunawan.
Sedang Tulus Budhiyanto, Ketua BPDPKS mengatakan luas perkebunan kelapa sawit hampir lima juta hektare membutuhkan sebanyak 50.000 tenaga kerja. Jika pendidikan kelapa sawit setahun menghasilkan 200 orang, maka dibutuhkan waktu 250 tahun. Karena itu, dibutuhkan institusi pendidikan yang lebih banyak lagi agar kekurangan tenaga perkebunan bisa segera tercukupi.