YOGYAKARTA — Dosen Program Studi Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia (FTI UII), Alvin Sahroni ST, MEng, PhD berhasil menemukan cara mendeteksi dini anak autis. Ia menggunakan Elektroensefalogram (EEG) yang dikolaborasikan dengan Sedasi Chloral Hydrate dapat digunakan untuk mendeteksi kerja otak saat anak tidur.
Alvin Sahroni mengemukakan hal itu kepada wartawan di Kampus FTI UII Yogyakarta, Kamis (7/12/2017). Penemuan ini mengantarkan Alvin Sahroni meraih gelar Doctor of Philosophy (Ph.D) dari Computer Science and Electrical Engineering Department, Kumamoto University, Jepang.
“Penelitian aktivitas sinyal otak pada anak autis masih mengalami kendala karena anak kurang kooperatif. Sehingga bantuan sedasi chloral hydrate membuat anak autis kooperatif,” kata Alvin yang didampingi Dekan FTI UII, Imam Djati Widodo, MEng.Sc.
Menggunakan EEG, Alvin dapat menginvestigasi karakteristik aktivitas otak anak-anak dengan autisme kurang lebih selama 10-15 menit. Dari penelitian ini diketahui sinyal aktivitas bagian depan otak anak autis yang berlebihan dibandingkan dengan anak normal.
“Adanya aktivitas yang tinggi pada otak depan sangat berkaitan dengan faktor kognitif mereka. Sehingga dapat disimpulkan kelainan otak anak autis masih dapat terdeteksi walau dalam keadaan tertidur. Penggunaan sedasi agar anak kooperatif , sehingga hal ini memungkinkan diaplikasikan pada ranah klinis,” kata Alvin.
Dijelaskan Alvin, saat ini, belum ditemukan data yang akurat mengenai data penderita autis di Indonesia. Diprediksikan penderita autis di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Sepuluh tahun yang lalu jumlah penyandang autisme diperkirakan satu per 5.000 anak, tahun 2000 meningkat menjadi satu per 500 anak.
“Diperkirakan tahun 2010 satu per 300 anak. Sedangkan tahun 2015 diperkirakan satu per 250 anak. Tahun 2015 diperkirakan terdapat kurang lebih 12.800 anak penyandang autisme atau 134.000 penyandang spektrum Autis di Indonesia. Jumlah tersebut setiap tahun terus meningkat,” ujar Alvin yang memiliki dua anak autis.
Hasil penemuan ini, kata Alvin, diharapkan dapat membantu orang tua untuk mengenali anak penderita autis secara dini. Sehingga anak masih bisa sedini mungkin untuk diberi terapi dan diharapkan bisa sembuh. “Ada dua hal untuk mengenali anak autis, yaitu dari kontak mata dan jika dipanggil tidak melihat orang yang memanggilnya. Anak autis itu anti sosial dan susah berkomunikasi,” kata Alvin.