Abu Vulkanik Jadi Pembersih Limbah Batik

Tiga mahasiswa Prodi Kimia FMIPA UII menunjukkan air limbah batik dan hasil penjernihan di Kampus UII, jumat (6/7/2018). (foto : heri purwata)

YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Tiga mahasiswa Program Studio (Profile) Kimia, Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Islam Indonesia (FMIPA UII) Yogyakarta berhasil mengubah abu vulkanik gunung berapi jadi serbuk pengolah limbah batik cair. Serbuk hasil temuannya dapat menghilangkan senyawa organik, senyawa logam dan menurunkan kadar Chemical Oxygen Demand (COD).

Ketiga mahasiswa tersebut adalah Rico Nurillahi, Dwi Nur Halimah dan Gusti Dwi Apriliani. Mereka Tim Program Kreatif Mahasiswa (PKM) bidang Penelitian di bawah bimbingan Dr Is Fatimah yang memenangkan dana hibah dari Kementerian Riset Teknologi Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) tahun 2018.

Bacaan Lainnya

Dijelaskan Ketua Tim, Rico Nurillahi, penelitian ini berawal dari observasi terhadap sumber air yang tercemar oleh limbah hasil industri batik di Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), beberapa bulan lalu. Kemudian tim memeriksa sumber pencemaran di salah satu industri batik dan mengambil sample untuk diteliti di laboratorium.

“Limbah batik cair mengandung senyawa organik, senyawa logam dan COD sebesar 1.247 mg/liter. Padahal batas maksimal COD yang ditetapkan pemerintah sebesar 300 mg/liter,” kata Rico di Kampus FMIPA UII, Jumat (6/7/2018).

Abu Vulkanik (Ti/AV) (depan), limbah batik (botol kanan), hasil penjernihan selama 15 menit (botol tengah), hasil penjernihan selama 30 menit (botol paling kiri). (foto : heri purwata)

l

Selama ini, lanjut Rico, untuk mengatasi limbah batik menggunakan zeolit atau karbon aktif. Namun  jumlah karbon aktif dan zeolit terbatas. Sedang kemampuan untuk mendegradasi limbah tidak efektif. “Karena itu, kita ubah menggunakan abu Merapi,” kata Rico.

Abu vulkanik, kata Rico, merupakan material yang disemburkan ke udara saat terjadi letusan gunung berapi itu banyak mengandung silica (SiO2). Selanjutnya, abu dimodifikasi menggunakan TiO2 dan diaplikasikan mengolah limbah dengan metode fotokatalisis.

Ti/AV ini dapat mengadsorpsi zat warna pada limbah batik dan menurunkan kadar COD. “Hasil penelitian kami, 0,5 gram Ti/AV bisa menjernihkan air limbah batik 500 ml dalam waktu 30 menit. Senyawa organik dan logam bilang. Sedang COD Turun dari 1.247 menjadi 115 mg/liter. Sehingga ini merupakan metode yang ekonomis dan ramah lingkungan,” kata Rico.

Halimah menambahkan batik telah diakui sebagai warisan budaya dunia oleh United Nations Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO) sejak tahun 2009. Konsekuensi dari pengakuan tersebut banyak bermunculan industri batik di Indonesia. Sekaligus banyak limbah batik cair yang dihasilkan.

“Semoga inovasi ini membuat para pengrajin batik dapat terus berproduksi tanpa khawatir terhadap limbah yang dihasilkan. Sehingga keberadaan industri batik tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga dapat terus bersahabat dengan lingkungan,” terang Halimah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *