PENDIDIKAN karakter yang dibangun di pondok pesantren masih perlu dilengkapi dengan mengembangkan karakter wirausaha. Menanamkan santripreneurship berbasis kolektif melalui koperasi pondok pesantren menjadi kebutuhan. Diharapkan para alumni pondok pesantren selain siap melanjutkan pada jenjang pendidikan lebih tinggi juga mampu mandiri secara ekonomi.
Kondisi sekarang ini, masih banyak pondok pesantren yang pembekalan jiwa wirausaha masih minim. Hal ini disebabkan keterbatasan sumberdaya seperti guru kewirausahaan maupun sarana pelatihan wirausahaanya. Proses pengembangannya santripreneurship masih memerlukan pendampingan berkelanjutan dari pihak lain.
Hal tersebut merupakan rumusan hasil evaluasi atas pelaksanaan program pengabdian masyarakat yang dilakukan oleh Tim Pengabdian Masyarakat Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) yang diketuai Ahmad Ma’ruf, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Evaluasi dilaksanakan Tim Pengabdian Masyarakat UMY, Sabtu (26/1/2019).
Dijelaskan Ma’ruf, kegiatan program pendampingan santripreneurship melalui koperasi telah dilaksanakan salah satunya pada Pondok Pesantren Asy-Syifa’ Muhammadiyah Bambanglipuro Bantul. Program pendampingan ini berupa pelatihan dan konsultansi telah dilaksanakan pada Juli-Agustus 2018.
“Secara statistik, dari 33 santri terpilih yang mengikuti pelatihan terjadi peningkatan pengetahuan tentang santripreneurship dan perkoperasian. Indeks awal sebelum pelatihan 192 point meningkat menjadi 271 point,” kata Ma’ruf di Kampus UMY, Senin (28/1/2019).
Selain pelatihan juga dilaksanakan workshop pembelajaran santripreunship melalui koperasi pondok pesantren yang diikuti oleh 10 pengurus pondok pesantren Asy-Syifa’. Hasil workshop menyimpulkan kebutuhan rumusan kurikulum santripreur dan langkah-langkah pengembangan koperasi pondok pesantren. Potensi ekonomi koperasi sangat tinggi, namun memerlukan pendampingan lebih lanjut.