YOGYAKARTA — Wakil Presiden RI Jusuf Kalla menandaskan saat ini sudah banyak penjabat negara yang dipenjara karena korupsi. Ada sembilan menteri, 17 gubernur dan 46 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) serta puluhan bupati dan anggota DPRD yang terkena kasus korupsi. Namun bukti ini tidak memberi efek jera bagi koruptor.
Wapres mengungkapkan hal itu saat membuka Anti-Corruption Summit 2016 di Grha Sabha Pramana Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Selasa (25/10/2016). Hal itu disebabkan moral dari pejabat tersebut benar-benar korup dan sistem yang belum berjalandengan baik.
Karena itu, menurut JK, mengubah sistem perlu dilakukan untuk menutup peluang orang untuk berbuat korupsi. “Tidak hanya menghukum tapi mengubah sistem. Korupsi sudah lintas sektor dan agama, sipil dan militer,” kata Jusuf Kalla.
Di sisi lain, kata JK, pemberantasan korupsi ini telah membuat para pejabat atau kepala daerah mengalami ketakutan dalam mengambil sebuah keputusan atau kebijakan. Sehingga banyak pejabat lebih banyak meminta payung hukum atau meminta pendampingan pada lembaga penegak hukum. “Ketakutan dan keraguan pemimpin dalam mengambil kebijakan menyebabkan efek pertumbuhan ekonomi menjadi lamban,” katanya.
Melihat hal ini, kata JK, pemerintah berupaya mendorong terjadi keharmonisan ekonomi dan penegakan hukum berkeadilan. Sehingga ekonomi bisa tumbuh dan meningkat serta upaya pencegahan dan penindakan korupsi tetap berjalan dengan baik. “Bagaimana kita mengharmonisasikan ekonomi supaya tetap jalan dan korupsi tetap diberantas,” terangnya.
Sedang Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo, mengatakan gerakan anti korupsi tidak hanya dimulai dari KPK namun perlu didukung dari kalangan perguruan tinggi. Menurutnya perguruan tinggi merupakan tempat mencetak para lulsuan yang nantinya akan menjadi pemimpin. “Marilah kita gelorakan semangat menjaga negara ini dengan mendorong anak-anak (mahasiswa) kita dan dosen-dosen secara aktif menyuarakan aksi-aksi anti korupsi,” kata Agus.
Berdasarkan catatan KPK, kata Agus, sedikitnya ada 534 orang yang yang sudah masuk penjara karena korupsi, termasuk 17 di antaranya merupakan gubernur. Karena itu ia mengharapkan agar pimpinan kampus mendorong berdirinya pusat kajian korupsi di lingkungan kampus.
“Meski sudah ada 28 pusat kajian anti korupsi namun keberadaannnya tidak mendapat dukungan dari pimpinan universitas dan fakultas. Kami mendapat banyak laporan ada pusat kajian di kampusnya tidak diberikan tempat dan didiskriminasi,” terangnya.
Rektor UGM Prof Ir Dwikorita Karnawati, MSc, PhD mengatakan pihaknya menyambut baik gerakan antikorupsi yang dimulai dari lingkungan kampus . Hal ini sebagai wujud sinergisitas pusat kajian anti korupsi lintas perguruan tinggi.
“Pencegahan korupsi perlu dilakukan secara lebih massif dan berkelanjutan. Perguruan tinggi juga semestinya membiasakan budaya akuntabel, transaparan dan mengikuti rel aturan yang ada tanpa memperpanjang proses birokrasi,” kata Dwikorita.
Sementara Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X dalam sambutannya menekankan pencegahan korupsi harus dimulai dari sektor hulu. Yakni lingkungan pendidikan dan keluarga, karena mampu menanamkan nilai moral yang baik untuk menjadi tindakan nyata lewat keteladanan.
Menurutnya konsolidasi anti korupsi berbasis akademis nantinya bisa melahirkan generasi baru dari kampus yang berintegritas dan anti korupsi. “Harapan kita nantinya muncul akademisi anti korupsi yang mampu meningkatkan citra kaum cendekia sebagai garda terdepan anti korupsi di tanah air,” kata Sultan.
Penulis : Heri Purwata