SALATIGA, JOGPAPER.NET — Ketua DPRD Jawa Tengah, Bambang Kusriyanto, BSc menandaskan pihaknya mendukung alih status Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga menjadi Universitas Islam Negeri (UIN). Ia mengharapkan momen alih status ini harus dijadikan batu pijakan untuk berubah menjadi lebih baik.
“Ketika kita berproses menjadi pribadi yang lebih baik, orang lain di sekitar kita akan otomatis mengikuti. Kita akan lebih mudah mengajak orang lain,” kata Bambang pada Forum Group Discussion (FGD) Pengembangan Kelembagaan dan Transformasi IAIN ke UIN di Auditorium Gedung KH Hasyim Asy’ari Kampus III IAIN Salatiga, Senin (23/12/2019).
Dijelaskan Bambang, saat dirinya menjadi menjabat Ketua DPRD menaruh minat dan memberikan prioritas pada bidang pendidikan dan kesehatan. “Saya optimis, jika kedua aspek tersebut terpenuhi, kesejahteraan suatu daerah dapat dicapai dengan baik,” tandas Bambang.
Selain itu, Bambang mengajak civitas akademik IAIN Salatiga untuk menjaga integritas menjelang persiapan alih status menjadi UIN. Sehingga UIN Salatiga bisa menelorkan alumni yang memiliki kompetensi yang dibutuhkan masyarakat.
“Saya berharap mahasiswa-mahasiswi IAIN Salatiga di masa yang akan datang bisa menjadi pejabat dan pembuat regulasi yang memihak pada rakyat. Untuk mencapai hal itu diperlukan integritas dan kesadaran untuk menjaga nama baik almamater,” ujarnya.
Sedang Ketua DPRD Kota Salatiga, Dance Ishak Pailit, MSi mengatakan perubahan/alih status menjadi UIN harus diikuti dengan perubahan mental civitas akademika. Selain itu, juga perlu melakukan perubahan metode pengajaran agar diperoleh hasil yang optimal.
Menurut Dance, etika dan spirit keagamaan harus selalu dipertahankan di tengah daya cipta yang juga terus meningkat. Dirinya juga berharap agar eklusivitas tidak membatasi gerak IAIN Salatiga yang akan beralih status menjadi UIN.
“IAIN memiliki banyak prestasi membanggakan, bisa dibilang memang sudah ‘rasa universitas.’ Jangan sampai capaian ini menurun, jangan sampai nanti jadi UIN yang rasa STAIN,” harap Dance.
Rektor IAIN Salatiga, Prof Zakiyuddin, MAg menjelaskan perjalanan IAIN Salatiga berawal dari dibukanya Fakultas Tarbiyah IAIN (sekarang UIN) Walisongo di Salatiga. Selanjutnya pada 1997 Fakultas Tarbiyah itu menjadi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) dan pada 14 Oktober 2014 STAIN Salatiga resmi menjadi IAIN Salatiga.
Prof Zakiyuddin mengatakan sejak beralih status dari STAIN menjadi IAIN Salatiga jumlah mahasiswa baru meningkat pesat. “Peningkatan kuantitas ini akan berdampak pada lingkungan di sekitar IAIN, berdampak pada perekonomian, dan perkembangan Kota Salatiga,” kata Zakiyuddin.
“Transformasi ini berjalan dari institut yang rumpun ilmunya masih eksklusif menuju universitas yang rumpun ilmunya lebih insklusif. Kami yakin perubahan ini akan memberi dampak baik yang lebih besar untuk masyarakat sekitar. Maka kami berharap dukungan dari pemerintah, karena perubahan ini tidak bisa dijalankan sendiri tetapi harus ada kerjasama dari semua pihak,” kata Zakiyuddin.
Sementara Prof Dr M Saerosi, MAg, Wakil Rektor Bidang Akademik dan Pengembangan Kelembagaan yang menjadi moderator pada FGD tersebut mengatakan perubahan status ini akan berdampak pada jumlah mahasiswa. Sehingga otomatis ada beberapa dampak yang ditimbulkan, terutama ekonomi di lingkungan kampus.
Setiap hari Ahad, di Jalan Lingkar Selatan Kota Salatiga terdapat pasar pagi yang bisa dimanfaatkan mahasiswa atau masyarakat umum untuk menambah penghasilan. Sehingga perekonomian di lingkungan kampus meningkat, begitu juga yang usaha kos atau rumah yang dikontrakkan.
“Saat ini IAIN Salatiga memiliki 219 dosen tetap, 245 dosen tidak tetap, 190 karyawan/i dan 15.007 mahasiswa yang terbagi di tiga kampus. Secara otomatis, IAIN Salatiga sudah berpartisipasi dalam membentuk Kota Salatiga menjadi kota yang toleran, dibuktikan dengan rasa damai antara perguruan tinggi yang berbeda agama dan saling bersandingan,” tutur Saerozi.