YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Kurnia, Mahasiswa Program Studi Teknik Industri, Program Magister Fakultas Teknologi Industri, Universitas Islam Indonesia (FTI UII) berhasil mengembangkan konsep kustomisasi massal pada proses manufaktur produk perhiasan. Konsep ini diharapkan dapat mempercepat produksi perhiasan dan meningkatkan daya saing pengusaha Indonesia.
Kurnia mengungkapkan hasil penelitian untuk meraih gelar Magister tersebut kepada wartawan di Yogyakarta, Jumat (27/12/2019). “Penelitian ini merupakan bagian awal dari konsep mass customization. Besar harapan dapat diteruskan hingga dapat bermanfaat langsung ke pengrajin,” kata Kurnia yang didampingi Dr Ir Paryana Puspaputra, MEng, Pakar dan Ketua Pusat Studi Desain Manufaktur Produk Desain Jewellery UII.
Dijelaskan Kurnia, industri perhiasan di Indonesia memiliki potensi dan peluang pasar yang cukup besar untuk terus berkembang. Data dari Kementerian Perindustrian tahun 2015 menunjukkan permintaan pasar, khususnya perhiasan dan aksesoris berbahan dasar logam terus meningkat setiap tahunnya.
Lebih lanjut Kurnia mengatakan di era yang semakin modern, masyarakat mulai beralih bertransaksi melalui online dibandingkan secara konventional. Namun sebagian besar proses pemasaran dan pembuatan perhiasan masih bertahan menggunakan cara tradisional.
Kondisi ini, kata Kurnia, jika terus berlanjut, akan membuat industri perhiasan mati karena tidak dapat memenuhi keinginan konsumen yang semakin beragam dengan cepat. Sebuah industri dituntut untuk terus berinovasi agar dapat mengikuti perubahan zaman dan terus bersaing.
“Pemanfatan teknologi rapid manufacturing dalam konsep Mass Customization pada industri perhiasan belum banyak dilakukan. Kontradiksi yang terjadi adalah jika sistem dapat menyesuaikan permintaan customer maka konsumen dapat memilih produk dengan mudah namun waktu proses produksi akan semakin lama,” kata Kurnia.
Menggunakan Theory of Inventive Problem Solving (TRIZ), inovasi untuk memenuhi keinginan pelanggan secara personal pada industri perhiasan menghasilkan solusi Parameter Change dan Mechanical Subtitution. Sedang Model Kano akan menentukan atribut mana yang diprioritaskan untuk mempengaruhi keputusan konsumen dalam memilih produk perhiasan.
“Konsep Mass Customization dapat diimplementasikan jika, sistem pada Industri Perhiasan sudah terintregasi mulai Data Desain, Proses Manufaktur dan hingga Configurator produk dengan baik,” jelasnya.
Sedang Paryana Puspaputra mengatakan peluang produksi perhiasan massal di Indonesia belum dapat dimanfaatkan secara optimal oleh pengusaha. Sebab mereka masih menggunakan cara-cara tradisional dalam memenuhi kebutuhan pelanggannya. Karena itu, Konsep Kustumisasi Massal Produk Perhiasan ini dapat menjawab permintaan pelanggan relatif lebih cepat.
Menurut Paryana, Indonesia yang memiliki penduduk sekitar 250 juta merupakan pasar perhiasan yang menjanjikan. Peluang tersebut belum dimanfaatkan pengusaha secara optimal.
Paryana membuat asumsi, jika setiap orang Indonesia memerlukan perhiasan emas seberat 0,5 gram, maka kebutuhan 250 juta penduduk akan perhiasan emas sebanyak 125 ton. Jika dirupiahkan dengan harga satu gram Rp 700 ribu, maka nilainya Rp 80 triliun.
“Kebutuhan akan perhiasan itu hanya dapat dicukupi pengusaha Indonesia sebesar 20 persen saja. Selebihnya, berasal dari Thailand, Hongkong dan negara lain. Padahal kita yang memiliki bahan, tetapi uang kita melayang ke negara lain,” tandas Paryana.
Paryana berharap temuan konsep ini dapat meningkatkan produktivitas pengusaha perhiasan Indonesia. Sehingga pengusaha perhiasan Indonesia yang menikmati keuntungan. “Konsep ini bisa berjalan dengan baik, bila ada dukungan pemerintah dan stakeholder,” katanya.