YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Prof Dr Moh Mahfud MD menandaskan agar seluruh elemen bangsa menggelorakan peningkatan ikatan kebersamaan sesuai dengan fitroh. Sehingga terwujud keberagaman yang diikat kebersatuan yang kokoh dan demokratis.
Mahfud MD mengemukakan hal tersebut saat membuka Dialog Kebangsaan dengan tema ’Merawat Persatuan, Menghargai Keberagaman’ di Auditorium Kahar Mudzakir Kampus Universitas Islam Indonesia (UII), Selasa (14/1/2020). Dialog menghadirkan keynote speaker Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X.
Dialog digelar Ull bekerjasama dengan Gerakan Suluh Kebangsaan, dan Badan Kerja Sama Perguruan Tinggi Islam Swasta Se-Indonesia (BKS PTIS). Pembicara KH Mustofa Bisri, Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin Rembang dan Dr H Abdul Mu’ti MEd, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah.
Lebih lanjut Mahfud MD mengatakan demokrasi harus tetap jalan, tetapi ada aturan hukumnya. “Jangan sampai suatu saat orang mengusulkan ini itu, lalu menimbulkan masalah. Kemudian orang tersebut menyatakan saya kan hanya usul. Enggak boleh bilang begitu. Semua harus diantisipasi dengan bagus kalau punya ide harus mempunyai solusi,” kata Mahfud.
Sedang Rektor UII, Fathul Wahid PhD mengatakan keberagaman merupakan fakta sosial atau bahkan sunnatullah. Manusia diminta melakukan komunikasi untuk saling mengenal dan memahami. Muncullah akhirnya persatuan. “Persatuan harus diikhtiarkan. Persatuan tidak hadir dengan sendirinya,” kata Fathul.
Menurut Fathul, ketika Muhammad Yamin mengusulkan Bahasa Melayu, sebagai bahasa nasional merupakan ikhtiar menyatukan bangsa yang mempunyai keragaman bahasa. “Yang menarik, penggunaan Bahasa Melayu yang kemudian menjadi Bahasa Indonesia, tidak lantas mematikan bahasa lokal,” jelas Fathul.
Masih banyak, kata Fathul, ikhtiar para pendiri negara untuk persatuan bangsa Indonesia. Pancasila dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika pada lambang negara adalah beberapa di antaranya. Ketika persatuan telah melahirkan Republik Indonesia, maka tugas generasi muda harus merawat dan bahkan menguatkannya.
“Tidak ada negara di muka bumi ini yang dapat maju, tanpa persatuan antar elemen bangsanya. Tidak sulit untuk mencari contoh bangsa di muka bumi ini yang terjebak konflik tak berkesudahan, karena keengganan menghargai keberagamaan dan mensyukuri nikmat persatuan. Karenanya, sebagai anak bangsa Indonesia, pendamba kemajuan yang tak mungkin dibangun tanpa persatuan, sudah seharusnya menolak segala anasirjahat yang anti-persatuan dan menafikan keberagaman,” tandas Fathul.
Dialog kebangsaan, ujar Fathul, merupakan salah satu ikhtiar untuk menciptakan persatuan dan keberagaman. Karena itu, dialog ini tidak berakhir hanya di sini, harus diupayakan dalam praktik. “Bagaimana misalnya kita menghargai sahabat kita yang berbeda, menghargai kawan kita yang berbeda pandangan dengan kita. Karena itu persatuan yang sudah dibangun dan sudah menjadi pijakan pembangunan selama ini jangan sampai dirusak,” katanya.