YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Prof Fathul Wahid ST, MSc, PhD menandaskan keberhasilan seseorang tergantung pada kreativitas yang menyeimbangkan kecerdasan otak kiri dan kanan. Selain itu, juga harus didukung dengan pribadi yang pandai berterima kasih.
Rektor UII mengemukakan pesan tersebut kepada wisudawan-wisudawati di Auditorium Kahar Mudzakkir Kampus UII Terpadu Yogyakarta, Sabtu (29/2/2020). UII mewisuda sebanyak 648 lulusan yang terdiri 21 ahli madya, 506 sarjana, 105 magister, dan 13 doktor. Sejak berdiri hingga saat ini, UII telah meluluskan 104.784 lulusan yang tersebar di berbagai pelosok Indonesia hingga luar negeri.
Lebih lanjut Fathul Wahid mengatakan dirinya tidak sepaham dengan pendapat konvensional yang percaya bahwa beberapa orang terlahir dengan kreativitas tinggi, sedang yang lain jarang memiliki pemikiran yang orisinal. Kreativitas tergantung dengan DNA yang dibawa sejak hadir di dunia.
Fathul percaya kreativitas dapat diasah bagi siapapun yang menginginkannya dengan serius. Banyak pendekatan dan metode yang sudah dikembangkan. Kreativitas yang menghadirkan ide-ide orisinal ini yang menjadi salah satu penentu keberhasilan ketika seseorang diamanahi menjadi seorang pemimpin.
Penelitian mutakhir, kata Fathul, ternyata para kreator yang hebat tidak selalu harus mempunyai pengetahuan yang sangat mendalam, tetapi yang dibutuhkan adalah justru keluasan perspektif. “Kreator yang hebat tidak terjebak melihat pohon secara detail, tetapi harus melihat hutan, kumpulan beragam pohon. Kreator mempunyai pemahaman yang sangat baik terkait dengan konteks,” kata Fathul.
Adam Grant, jelas Fathul, dalam buku larisnya yang berjudul ‘Originals’ menawarkan pendekatan menarik. Selama ini seseorang mengenal istilah deja vu ketika menemukan sesuatu yang baru. Seseorang tersebut merasa bahwa dirinya pernah menjumpainya di waktu lampau.
“Grant mengenalkan konsep vuja de, yaitu ketika kita bertemu dengan sesuai yang sudah kita kenal sebelumnya, tetapi kita melihatnya dari perspektif lain yang lebih segar. Perspektif ini akan memantik tilikan-tilikan (insights) baru untuk memecahkan beragam masalah lama,” katanya.
Fathul memberikan contoh, ojek telah menjadi salah satu layanan transportasi publik informal sejak beberapa dekade lalu, mulai sekitar awal 1970-an. Ketika itu, ojek dilayani menggunakan sepeda, dan akhirnya beralih ke sepeda motor.
Ojek telah memberikan alternatif menyenangkan ketika layanan transportasi publik formal yang cukup dan andal tidak tersedia. Layanan serupa ojek juga dapat ditemukan di beberapa negara Asia lain, seperti Thailand dan Vietnam. “Kini lahir layanan serupa yang diberikan oleh Grab dan Go-Jek. Ini merupakan hasil penggunaan perspektif baru untuk menyelesaikan masalah lama,” jelasnya.
Contoh lain, Ritesh Agarwal, pendiri dan pemilik jaringan hotel OYO. Ritest yang sekarang berumur 26 tahun, dan sudah menjalankan bisnis jaringan hotel terbesar kedua di dunia. Ia berhasil menghubungkan 43.000 hotel di seluruh dunia, dan memperkerjakan 350.000 orang.
Semua itu, kata Fathul, dimulai dengan cara pandang dia yang berbeda ketika melihat hotel tidak laku di dekat dia tinggal pemukiman miskin di Rayagada, India. Dia menghubungi pemilik hotel dan hadir dengan ide untuk memasarkan hotel dengan menjadikannya lebih atraktif.
“Kesuksesan, ternyata tidak selalu harus menjadi yang pertama. Tetapi dapat dicapai dengan menunggu momen yang tepat untuk meluncurkan kreasi. Gojek dan jaringan OYO hotel bisa menjadi contoh,” tandas Fathul.