YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Rancangan Undang-undang (RUU) Ketahanan Keluarga dimaksudkan untuk menciptakan kekenyalan dalam keluarga sehingga tidak mudah hancur saat menghadapi berbagai permasalahan. Keluarga kenyal atau kuat akan melahirkan anak-anak yang bakal menjadi takmir dunia dan bisa menciptakan kesejahteraan bagi jamaahnya.
Demikian benang merah diskusi RUU Ketahanan Keluarga yang digelar Program Pascasarjana, Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia (PPs FIAI UII) secara dalam jaringan (Daring) dari Kampus Demangan Yogyakarta, Rabu (22/4/2020). Diskusi menghadirkan dua narasumber yaitu Dr Drs HA Mukti Arto, SH, MHum Hakim Agung Republik Indonesia; dan Prof Dr Usman Abu Bakar, MA, Guru Besar Pendidikan Islam PPs FIAI UII.
Mukti Arto menjelaskan tujuan Negara Republik Indonesia seperti tertuang dalam pembukaan UUD 1945 ada empat. Pertama, melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Kedua, memajukan kesejahteraan umum. Ketiga, mencerdaskan kehidupan bangsa. Keempat, melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Hal itu, kata Mukti Arto, merupakan dasar penyusunan RUU Ketahanan Keluarga. Selain UUD 1945, dasar hukum penyusunannya adalah Pancasila. Sehingga penyusunan RUU Ketahanan Keluarga sudah sesuai dengan tujuan negara.
“RUU ini dimaksudkan agar keluarga memiliki kekeyalan dan tidak mudah hancur ketika menghadapi berbagai masalah. Dalam Islam, terciptanya keluarga sakinah, mawadah, warrohmah (Samawa) ada kerjasama yang baik antara suami, isteri dan anak-anak,” kata Mukti Arto.
Namun, Mukti Arto mengungkapkan RUU tersebut masih perlu dikritisi, di antaranya, pasal 29, 31 dan 32 agar penerapannya sesuai dengan tujuannya. “Pasal 31 mengatur tentang larangan jual beli sperma dan ovum. Pasal 32 mengatur suragasi atau menyewakan rahim untuk pasangan lain,” kata Mukti.
Sedang Usman Abu Bakar menjelaskan keluarga yang kuat akan melahirkan anak-anak yang mendapat pendidikan baik untuk menjadi hamba Allah SWT. Selain itu, anak-anak juga akan memiliki karakter yang kuat sebagai hamba Allah SWT untuk melaksanakan tugas utamanya yaitu memakmurkan dunia.
“Kalau keluarga kuat, anak-anak akan terdidik dengan baik dan mampu menjadi hamba Allah dan kalifah Allah,” kata Usman Abu Bakar.
Manusia, lanjut Usman, sebetulnya sebagai takmir dunia. Namun saat ini yang terkenal itu takmir masjid. “Seperti kita lihat, kalau takmir masjidnya bagus, maka jamaahnya pun makmur dan kesejahteraan. Karena itu, jika manusia menyadari sebagai takmir dunia, semua manusia di dunia akan sejahtera,” ujarnya.
Sementara Ketua Prodi Doktor Hukum Islam PPs FIAI UII, Dr Drs Yusdani, MAg mengatakan diskusi RUU Ketahanan Keluarga ini untuk merespon wacana ketahanan keluarga secara umum di Indonesia. Saat ini, ketahanan keluarga menjadi suatu persoalan umat dan bangsa. Selain itu, juga dimaksudkan untuk membangun ketahanan keluarga dalam melawan dahsyatnya penyebaran virus Corona.
Dijelaskan Yusdani dalam beberapa pekan ini terjadi polemik di ranah publik mengenai RUU Ketahanan Keluarga. RUU Ketahanan Keluarga yang terdiri atas 15 bab dan 146 pasal ini mengatur tentang penyelenggaraan ketahanan keluarga, pengasuhan anak dan pengampuan, sistem informasi ketahanan keluarga serta peran masyarakat dan bab pemantauan dan evaluasi.
Menurut Yusdani, bagi pendukung RUU Ketahanan Keluarga, RUU ini tampil sebagai jawaban atas dua persoalan. Pertama, terdapat situasi rentan dalam keluarga di Indonesia. Kedua, belum ada aturan menyeluruh tentang keluarga. Sedangkan
bagi para penentangnya, RUU tersebut dikritik karena dianggap terlalu
mencampuri urusan pribadi.
“Diskusi ini bertujuan membekali mahasiswa dengan kemampuan non akademik, softskill,buntuk menghadapi perubahan pada tingkat lokal maupun global beserta beragam tantangan di dalamnya. Sehingga PPs FIAI mampu menghasilkan lulusan mahasiswa yang berkualitas dan unggul,” tandas Yusdani.