PAKAR Kebencanaan Universitas Islam Indonesia (UII), Prof Ir H Sarwidi MSCE PhD AU menandaskan gotongroyong merupakan kunci kecepatan untuk pemulihan korban gempa. Sebab dengan jiwa gotongroyong masyarakat menghadapi permasalahan besar menjadi ringan.
Sarwidi mengungkapkan hal itu kepada wartawan di Kampus UII Cik Di Tiro Yogyakarta, Senin (14/11/2016). Kesimpulan itu diambil berdasarkan pengalamannya ikut memberikan saran penanganan bencana alam di berbagai negara.
Inovator Alat Simulasi Ketahanan Gempa ini diundang Pemerintah Korea Selatan untuk memaparkan gagasannya pada ‘International Symposium on Disaster Risk Reduction Technology and Management’ di Kota Ilsan, Jumat (18/11/2016). Simposium ini diselenggarakan Kementerian Keselamatan dan Keamanan Publik Republik Korea Selatan bekerjasama dengan Yonsei University.
Menurut Sarwidi, undangan untuk menjadi pembicara pada simposium tersebut menunjukkan kepercayaan masyarakat akademik di negara lain terhadap dirinya dan UII Yogyakarta. “Ini akan membawa pengaruh positif bagi penguatan citra institusi UII di tingkat global. Mereka secara khusus mengundang kita untuk saling bertukar ide dan best practice tentang perkembangan ilmu rekayasa kegempaan di Indonesia,” kata Sarwidi.
Lebih lanjut Sarwidi mengatakan Indonesia yang memiliki daerah rawan bencana alam membuat masyarakatnya siap menghadapi bencana. “Di berbagai daerah bencana Indonesia selalu cepat recovery-nya. Hal ini disebabkan masyarakat kita memiliki jiwa gotongroyong yang tinggi,” tandasnya.
Selain jiwa gotongroyong, kata Sarwidi, ada enam komponen yang mendukung pemulihan dengan cepat. Yaitu, adanya legislasi, lembaga yang menangani bencana, perencanaan, anggaran, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan pelaksanaan.
Dalam simposium, ujar Sarwidi, dirinya akan berbicara tentang teknologi dan manajemen untuk menangani bencana alam. Teknologi meliputi teknologi tepat guna yang telah diciptakan di antaranya, bangunan rumah tahan gempa (Barataga), bangunan panggung aman tsunami, dan ruang lindung darurat (Rulinda).
Bagi dosen Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan UII ini, simposium akan membuat dirinya dan UII semakin terkenal di dunia internasional. Ia mencontohkan saat diundang pemerintah Tiongkok dan Badan Kemanusiaan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) dalam sebuah simposium internasional, tiga tahun lalu.
Waktu itu, Provinsi Sichuan baru saja dilanda gempa bumi yang besar dan mereka membutuhkan masukan dari masyarakat akademik untuk proses rekonstruksi dan rehabilitasi. “Pasca mengikuti simposium, banyak mahasiswa asing yang datang ke UII dan para pakar kebencanaan UII diundang dalam konferensi serupa di negara lain,” kata Sarwidi.
Prestasi ini, ujar Sarwidi, sangat mendukung berkembangnya studi kebencanaan di UII. Bahkan UII telah memiliki program Pascasarjana Teknik Sipil yang berkonsentrasi pada rekayasa kebencanaan. Ke depan, UII akan membuka Program Doktor Teknik Sipil fokus pada rekayasa kebencanaan.
Sarwidi dilahirkan di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Agustus 1960. Pernah menjadi mahasiswa teladanKopertis Wilayah V Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 1981. Sebagai Guru Besar pada Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan UII Yogyakarta. Selain dosen, ia juga sebagai Pengarah Badan Nasional Penanggulangan Bencana Indonesia (BNPB RI). Menikah dengan Hj Nindya Dewi Punamasari dan dikarunia tiga orang anak yaitu Muh Arnold Widhi Wibowo, Nuha Borninusa Sarwidi, dan Nabiha Anindya Sarwidi.
Penulis : Heri Purwata