YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Pandemi Covid-19 telah memberikan efek domino multisektoral yaitu kesehatan, sosial, ekonomi dan keuangan. Pandemi juga memaksa banyak orang beradaptasi dengan teknologi informasi, agar aktivitas ekonomi terus berjalan dengan memperhatikan faktor kesehatan.
“Berdasarkan laporan yang dikeluarkan Facebook dan Bain Company menunjukkan tahun 2020 di Asia Tenggara terdapat 310 juta konsumen digital. Angka yang seharusnya baru dicapai empat tahun lagi,” kata Ir Winda Nur Cahyo, ST, MT, PhD, IPM, Ketua Program Studi Teknik Industri, Program Magister Fakultas Teknologi Industri, Universitas Islam Indonesia (FTI UII), Sabtu (20/3/2021).
Untuk memperkaya literasi mahasiswa ekonomi digital, Prodi Magister Teknik Industri, FTI UII menggelar Webinar #1 dan Kuliah Umum dengan tema: Akselerasi Transformasi Ekonomi Digital pada Sektor Jasa dan Keuangan. Webinar menghadirkan Winda Nur Cahyo yang juga pakar manajemen aset, Tedy Alamsyah Wakil Ketua Umum Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo), Vice EO Danagung Group, Direktur Utama PT BPR Danagung Bakti; dan Kun Wahyu Wardana SH, AMII, ACII, AAAIK, Direktur Kepatuhan & SDM PT Asuransi Kredit Indonesia, serta Pakar Manajemen Resiko.
Lebih lanjut Winda mengatakan salah satu adaptasi yang dilakukan adalah ekonomi digital. Sebab ekonomi digital dinilai mampu menjadi penopang perekonomian Indonesia selama masa pandemi Covid-19. “Hal tersebut sangat beralasan, ekonomi digital memiliki dampak yang signifikan terhadap perekonomian Indonesia,” kata Winda.
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), kata Winda, tahun 2017 kontribusi pasar digital terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia meningkat 4 persen dibandingkan tahun 2016 sebesar 3,61 persen, dan tahun 2018 mencapai 10 persen. Kemudian Laporan Oxford Economics tahun 2016, setiap 1 persen peningkatan penetrasi mobile diproyeksikan menyumbang tambahan 640 juta USD kepada PDB Indonesia serta membuka 10.700 lapangan kerja baru pada tahun 2020.
Selanjutnya laporan Facebook dan Bain Company menunjukkan tahun 2020 di Asia Tenggara terdapat 310 juta konsumen digital, angka yang seharusnya baru dicapai empat tahun lagi. “Pada laporan tersebut ditunjukkan bahwa barang yang dikonsumsi oleh konsumen Indonesia meningkat sebesar 40% apabila dibandingkan 2019, sedangkan jumlah online shop yang dikunjungi meningkat sebesar 30%,” katanya.
Menurut Winda, perkembangan ekonomi digital tidak dapat lepas dari pengaruh dan dukungan teknologi. Digitalisasi melakukan transformasi perekonomian melalui tiga hal, pertama mengubah pasarnya, kedua mengubah transaksinya, ketiga mengubah sistem ekonominya dari terpusat pada perusahaan menjadi kepada masyarakat.
Ekonomi digital juga punya ruang berkembang dan menciptakan level playing fields yang sama untuk semua orang. Selain itu, ekonomi digital ikut mendorong inklusi sehingga seseorang dapat mendapatkan layanan tanpa harus bertatap muka.
“Seiring dengan perkembangan ekonomi digital tersebut, lembaga jasa dan keuangan pun harus meningkatkan efisiensinya agar mampu beradaptasi atas perubahan lingkungan bisnis. Selain itu, juga dapat terus bersaing dan menjawab kebutuhan pasar akan layanan keuangan yang cepat, mudah, murah, andal serta berorientasi konsumen,” kata Winda.
Sedang Tedy Alamsyah mengatakan BPR Danagung Bakti yang dipimpinnya telah melakukan transformasi digital sejak tahun 2010. Kalau itu, telah menerbitkan Kartu ATM (Anjungan Tunai Mandiri) yang bisa melayani nasabah selama 24 jam. “Kala itu, dari 140 BPR yang ada di Indonesia baru ada sembilan yang menerbitkan Kartu ATM, salah satunya BPR Danagung Bakti,” kata Tedy.
Kini penggunaan aplikasi digital untuk mengakses layanan sudah merambah dalam pengajuan kredit. Nasabah yang mau mengajukan kredit bisa mengisi persyaratan yang ada dalam layanan digital. “Namun untuk bisa sampai cair kreditnya, akan ada kunjungan dari staf. Kita menganut prinsip kehati-hatian,” kata Tedy.
Sementara Kun Wahyu Wardana menjelaskan platform ekonomi digital adalah segala bentuk bisnis yang tercipta dengan adanya ekonomi digital. Ekonomi digital adalah segala bentuk aktivitas ekonomi yang memanfaatkan bantuan teknologi informasi dan komunikasi.
Platform ekonomi digital, kata Kun, dapat berbentuk cashless society, e-commerce, fintech, dan on-demand services. Cashless society adalah masyarakat bertransaksi menggunakan uang elektronik. E- Commerce adalah transaksi jual beli secara elektronik. Fintech adalah penggabungan sistem keuangan dengan teknologi. Sedang on-demand services adalah sistem pelayanan transportasi berdasarkan pesanan konsumen. “Digital ekonomi ini ada resikonya yaitu volatility, uncertainty, complexity, dan ambiguity,” kata Kun.
Adanya resiko, jelas Kun, ada perusahaan digital yang sukses dan gagal. Perusahaan yang sukses, di antaranya, Tokopedia, Ovo, Gojek, dan Akulaku. Sedang perusahaan yang gagal seperti Nokia, Disc Tarra, Matahari Mall, dan Uber.
“Perusahaan yang sukses karena berhasil mengatasi resiko. Kunci sukses dari Tokopedia adalah growth mindset, dan big data dari seluruh transaksi elektronik mereka,” kata Kun,