YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Pakar ekonomi, Prof Dr Edy Suandi Hamid MEc menandaskan upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat masih tersendat-sendat. Bahkan masih banyak warga masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan atau tidak memiliki pekerjaan. Padahal Indonesia memiliki sumber daya yang banyak, sehingga hal tersebut seharusnya tidak terjadi.
Edy Suandi Hamid yang juga Rektor Universitas Widya Mataram (UWM) mengemukakan hal tersebut saat menjadi keynote speaker pada Simposium Nasional Memajukan Kesejahteraan Umum secara virtual, Kamis (8/4/2021). Semposium yang diselenggarakan Forum 2045 menghadirkan Prof Dr Ir Marwan (Wakil Rektor Bidang Akademik Universitas Syiah Kuala), Dr Zainal Arifin, SS, MPdI, SH, MH (Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Kadiri), Drs Agus Wahyudi, MSi, MA, PhD (Kepala PSP UGM), dan Drs Purnawan Hardiyanto, MEc. Dev (Ketua Pusat Studi Ekonomi dan Bisnis Universitas Kristen Duta Wacana).
Lebih lanjut Edy mengatakan berdasarkan data Bank Indonesia (2020), Indonesia memiliki tingkat PDB terbesar di ASEAN US$ 1,1 trilliun dan tingkat pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi dunia 2.3%, negara-negara OECD 1.6%, dan Uni Eropa 1.6% tahun 2019 (World Bank, 2020). Namun, secara perkapita Indonesia hanya US$ 4.135 yang lebih kecil dari PDB per kapita negara tetangga. Begitupun dengan GNI perkapita yang hanya US$ 4.050 pada tahun 2019.
Ukuran pembangunan, kata Edy, tidak hanya didasarkan pada perkembangan ekonomi dan perhitungan pendapatan nasional saja. Ttetapi untuk mencapai kesejahteraan bagi masyarakat, setidaknya ada delapan bidang indikator yang dikaji BPS dalam melihat berbagai aspek kesejahteraan umum. Di antaranya, bidang Kependudukan, Kesehatan, Pendidikan, Ketenagakerjaan, Taraf dan Pola Konsumsi, Perumahan dan Lingkungan, Kemiskinan, dan Sosial lainnya.
Dalam aspek kesejahteraan, lanjut Edy, peningkatan kesejahteraan di Indonesia ditandai dengan pemenuhan kebutuhan pokok (basic needs) yang semakin tinggi. Masyarakat yang kaya juga semakin banyak. Hingga Desember 2020, sebanyak 185.273 rekening masyarakat yang memiliki tabungan lebih besar dari Rp 2 miliar dan sebanyak 108.535 rekening tabungan masyarakat di atas Rp 5 miliar.
Hal ini tidak pernah terjadi pada masa dua atau tiga dekade yang lalu. “Diperlukan orientasi kebijakan yang jelas untuk menghilangkan kemiskinan absolut ini, dengan kebijakan yang secara tegas berpihak dan mengarah untuk meningkatkan kesejahteraan lapisan bawah, dengan program-program pendidikan, kesempatan kerja, dan kesempatan berusaha,” ungkapnya.
Kebijakan pemerintah, lanjut Prof Edy, seharusnya bukan untuk menghilangkan kemiskinan secara sementara, namun betul-betul permanen. Kebijakan dan upaya tersebut akan semakin cepat mewujud jika ada political-will dan political action disertai upaya menegakkan tata kelola pemerintahan yang baik.
“Kebijakan akan sulit berpihak pada lapisan bawah jika pemerintahan masih belum bersih, dan ada kepentingan yang bercokol (vested interest) sehingga menimbulkan praktik-praktik penyalahgunaan kekuasaan. Seperti, praktik yang bersifat kolutif dan koruptif, serta pembuatan kebijakan untuk kepentingan pribadi, kelompok, ataupun golongan,” tandasnya.