YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Program Studi Doktor Hukum Islam (Prodi DHI), Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia (FIAI UII) menggelar Kuliah Pakar. Senin (21/6/2021), Kuliah Pakar menampilkan nara sumber Prof Dr Muhammad Abdul Karim, Pakar Sejarah Islam yang juga Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
Ketua Prodi DHI FIAI UII, Dr Yusdani mengatakan Kuliah Pakar ini mengangkat tema ‘Sejarah Islam Indonesia dalam Dinamika Studi Islam Kontemporer.’ Tujuan menghadirkan pakar ini dimaksudkan untuk memperkuat studi keislaman keindonesiaan.
Selain itu, kata Yusdani, juga untuk memperkaya body of knowledge fikih keindonesiaan yang merupakan keilmuan yang dikembangkan Prodi DHI FIAI UII. “Serta untuk memotivasi agar mahasiswa DHI FIAI UII mempunyai kesadaran pentingnya sejarah sebagai perspektif studi hukum Islam keindonesiaan,” kata Yusdani.
Peserta kuliah, kata Yusdani, diharapkan bisa menggali informasi tentang bagaimana posisi hukum Islam di Indonesia dalam perspektif sejarah dan budaya. Sebab di masyarakat masih banyak salah paham tentang apa Islam Indonesia, dan fikih Indonesia.
“Mereka beranggapan seolah-olah itu mazab baru, agama baru. Momentum ini kita gunakan untuk berdiskusi dengan nara sumber agar mendapatkan pencerahan,” katanya.
Sementara Kuliah Pakar dipandu moderator Muchammad Agung R, ST, MA Doktor (Cand) Prodi DHI FIAI UII. Dalam kuliahnya, Muhammad Abdul Karim menjelaskan tentang Islam di Indonesia dan tiga persoalan yang belum terpecahkan. “Tiga persoalan ini selalu hangat sejak Indonesia merdeka, mungkin sampai kiamat,” kata Abdul Karim.
Pertama, kata Abdul Karim adalah Islam masuk Indonesia.Tetapi mengapa Walisongo tidak disebut memiliki peran masuknya Islam ke Indonesia. Kedua, penetapan Hari Kebangkitn Nasional.
Penetapan Hari Kebangkitan Nasional ini masih menjadi ganjalan dari sebagian orang Indonesia. “Mereka mempertanyakan mengapa berdirinya Budi Utomo dijadikan sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Mengapa tidak diambil berdirinya SDI (Serikat Dagang Islam) atau Syarikat Islam,” kata Abdul Karim.
Padahal, lanjut Abdul Karim, tahun 1916, Syarikat Islam sudah memiliki anggota 10 ribu orang dari luar Jawa. Sedang sebelum tahun 1930, anggota Budi Utomo itu hanya bisa dihitung dengan jari dan anggota dari luar Pulau Jawa tidak ada. Ada apa?” katanya.
Ketiga, jelas Abdul Karim, tentang teori Cina. Banyak teori tentang masuknya Islam ke Indonesia. Ada Teori Arab, Persia, India, tetapi tidak ada Teori Cina. Pada Teori India yang dilandasi teori Gujarat, Islam masuk ke Cina.
“Menurut Dr Slamet Mulyono, Islam bukan dari Arab, bukan Persia, bukan dari India, melainkan dari Dataran Cina. Pendapat ini menguburkan teori-teori sebelumnya,” kata Abdul Karim.
Selanjutnya, Abdul Karim menjelaskan tentang definisi Indonesia dan Nusantara. Indonesia diterjemahkan sebagai East Hindia Island (Kepulauan Sebelah Timur India). “Ketika itu Asia Tenggara dan Asia Selatan belum ada. yang ada hanya Hindia. Hindia Barat itu Asia atau Hindia lama. Hindia Muka itu Asia Selatan. dan Hindia Belakang itu Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Indonesia didefinisikan Kepulauan di Sebelah Timur Hindia,” terangnya.