YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Rektor UPN ‘Veteran’ Yogyakarta, Dr M Irhas Effendi mengatakan permasalahan kontrak kerja Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) Perguruan Tinggi Negeri Baru (PTNB) menganggu kinerja institusi. Permasalahan P3K PTNB yang sudah berlarut-larut ini harus segera mendapat penyelesaian.
Pernyataan Rektor UPN ‘Veteran’ Yogyakarta tersebut diungkapkan Ketua Forum P3K UPN ‘Veteran’ Yogyakarta, Arif Rianto kepada wartawan di Yogyakarta, Rabu (23/6/2021). Pernyataan Rektor UPN ‘Veteran’ Yogyakarta tersebut dikatakan saat Forum P3K UPN ‘Veteran’ Yogyakarta melakukan audiensi kepada Rektor, Senin (7/6/2021).
Untuk pemecahannya, kata Irhas Effendi, Ikatan Lintas Pegawai PTNB bersama dengan Forum Rektor PTNB telah melakukan pertemuan beberapa saat lalu. Penyelesaian masalah meliputi penurunan jabatan akademik, masa kerja yang harus diakui, karir dosen dan Tendik yang macet, penurunan gaji pokok dan mengupayakan formasi khusus bagi pengangkatan dosen dan Tendik tahap ke-2.
“Salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah dengan mengembalikan lagi formasi khusus pengangkatan P3K PTNB yang hak dan kewajibannya disamakan dengan PNS. Hal itu bisa dilakukan dengan merevisi atau melakukan addendum Permenpanrb No. 72 tahun 2020,” kata Irhas Effendi.
Sedang Arif Rianto menambahkan kontrak kerja P3K PTNB menyisakan banyak masalah bagi dosen dan tenaga kependidikan (Tendik). Permasalahan muncul karena masa kerja dianggap 0 tahun, jabatan akademik diakui hanya sampai magister, pengembangan karir macet dan dosen tidak diperkenankan studi lanjut selama kontrak berlangsung.
Masa kerja yang dianggap 0 tahun dalam kontrak berdampak pada penurunan standar gaji yang sangat besar berkisar Rp 1-2 juta per bulan bagi setiap pegawai. Jabatan akademik Doktor yang tidak diakomodasi menimbulkan rasa frustasi bagi mereka yang bergelar Doktor. Selain itu, dosen yang masih menempuh studi doktoral menjadi patah semangat karena diwajibkan memilih melanjutkan studi atau terikat kontrak.
“Berbagai masalah tersebut membuat dosen dan tenaga kependidikan resah. Mereka menuntut Kemendikbudristek (Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi) dan Kemenpanrb (Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi) untuk merevisi kontrak kerja,” kata Arif Rianto.
Menurut Arif, kontrak P3K cacat hukum dan apabila ditandatangani akan berdampak panjang bagi institusi perguruan tinggi. Jabatan akademik doktor yang tidak terakomodasi menyebabkan akreditasi institusi terjun bebas. Karir dosen dan Tendik yang macet menyebabkan perguruan tinggi tidak dapat memenuhi syarat-syarat administrasi akreditasi karena data tidak sesuai dengan Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDIKTI).
Permasalahan kontrak P3K, jelas Arif, muncul akibat tumpang tindih dan tidak sinkronnya peraturan yang melatarbelakangi kebijakan penegerian 35 Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di seluruh Indonesia. Tahun 2014 di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono, pemerintah mengalihstatuskan 35 PTS menjadi PTN. Dalam alih status PTS tersebut, ternyata Sumber Daya Manusia (SDM) di setiap universitas tidak otomatis menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Masalah SDM ini lalu menjadi berlarut-larut selama bertahun-tahun karena tidak diselesaikan dengan baik. Baru pada tahun 2016, pemerintahan Jokowi menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres No. 10 tahun 2016 tentang Pengangkatan P3K PTNB). Dalam Perpres ini disebutkan bahwa pegawai P3K yang diangkat nantinya akan memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan PNS. Berdasar Perpres ini, pengangkatan P3K PTNB memiliki kekhususan dan masa kerja setiap dosen dan tenaga kependidikan diakui.
Tetapi, Perpres tersebut tidak dapat langsung dilaksanakan karena belum terbit peraturan pemerintah yang mengaturnya. Baru pada tahun 2018 pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 49 tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja.
Dengan terbitnya PP ini maka Perpres No. 10 tahun 2016 yang mengatur kekhususan pengangkatan P3K tidak dapat dipakai lagi sebagai dasar hukum. Dalam Perpres batas waktu yang ditentukan untuk pengangkatan P3K hanya satu tahun sejak diterbitkan. Perpres dianggap sudah kadaluarsa.
Pada tahun 2019, akhirnya dilakukan penerimaan P3K bagi dosen dan Tendik di seluruh PTNB melalui formasi khusus. Namun dikarenakan proses rekruitmen P3K yang dimulai dari pengumuman, proses seleksi, pengumuman diterima sampai pemberkasan memakan waktu dua tahun, maka Perpres No. 10 tahun 2016 menjadi tidak dapat diberlakukan lagi.
“Perpres No. 10 tahun 2016 hanya memberi batas waktu satu tahun. Akibatnya, muncul Permenpanrb No.72 tahun 2020 yang menghapus jaminan kerja, masa kerja dan pensiun eks Pegawai Yayasan pada PTNB. Kontrak P3K bagi pegawai PTNB tidak lagi memiliki kekhususan hak dan kewajibannya sama dengan PNS namun diperlakukan sebagai pegawai P3K pada umumnya,” kata Arif .