YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Kapolres Kulonprogo, AKBP Muharomah Fajarini, SH, SIK mengatakan gunakan media sosial (Medsos) secara cerdas. Dalam menyampaikan pendapat jangan mengedepankan kebebasan semata agar tidak menimbulkan konflik.
Muharomah Fajarini mengemukakan hal itu pada Stadium General yang digelar Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram (FH UWM) Yogyakarta secara offline dan online, Rabu (13/10/2021). Stadium General mengangkat tema ‘Problematika Kebebasan Menyampaikan Pendapat Berhadapan dengan Etika Menyampaikan Pendapat di Media Sosial Perspektif Hukum.’
Selain Kapolres Kulonprogo, Stadium General juga menghadirkan pembicara Dr Zaki Sierraj, SH, CN, MH, Dosen FH UWM; Dr Aida Dewi SH, MH, Dosen FH UWM; dan Anang Masduki, MA, PhD (Cand), Dosen Ilmu Komunikasi UAD. Sedang moderator, Edy Chrisjanto, SE, SH, MH dan acara dibuka Rektor UWM, Prof Dr Edy Suandi Hamid, MEc.
Lebih lanjut Muharomah Fajarini mengatakan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) memberikan perlindungan bagi seluruh rakyat, termasuk dalam menyampaikan pendapat melalui Medsos. “Di zaman 4.0 ini dalam menggunakan media sosial harus cerdas, jangan mengedepankan kebebasan semata. Hal ini untuk menciptakan ketertiban, tidak terjadi konflik serta terwujudnya security, safety, surety dan peace,” kata Muharomah.
Sedang Rektor UWM, Edy Suandi Hamid mengatakan terdapat beberapa kebijakan di negara-negara maju. Ada negara yang membolehkan berpelukan dan berciuman di tempat umum. Tetapi di Indonesia, perilaku seperti itu akan dianggap tidak etis.
Demikian pula, kata Edy, aspek etika berpendapat sangat signifikan agar tidak menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Di antaranya, ujaran kebencian dapat menimbulkan perpecahan di masyarakat atau bahkan melanggar hukum. “Karena itu, agar kebebasan berpendapat sesuai etika yang berlaku, hati-hatilah dalam bermedsos, baik itu berupa kata-kata, gambar yang tidak etis,” kata Edy.
Zaki Sierraj dalam paparannya mengatakan bahwa Sri Sultan Hamengkubuwono X pernah menyampaikan ‘Moral Principle is the foundation of law.’ Dalam tataran asas, pada dasarnya manusia senang jika tidak diingkari janji. “Secara moral, menepati janji baik dan melanggar janji itu jelek. Sedang secara hukum: Barangsiapa melanggar janji dan merugikan orang lain dihukum mengganti kerugian,” kata Zaki.
Sementara Aida Dewi mengatakan pembatasan-pembatasan bersuara melalui Medsis sangat diperlukan. Namun haruskah seperti itu dalam aplikasinya? Apakah sudah ada judicial review? Jawabnya adalah: sudah dan berulangkali. “Sekarang pemerintah sedang mendorong adanya revisi UU ITE, terutama untuk pasal-pasal yang dianggap pasal karet, dan ataukah pasal-pasal yang krusial yakni Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29,” kata Aida Dewi.