KULONPROGO, JOGPAPER.NET — Saat ini, di Kabupaten Kulonprogo ada 129 organisasi masyarakat (Ormas). Namun masih banyak Ormas yang belum berbadan hukum dan tidak membuat laporan semesteran atau enam bulan sekali.
Mudopati Purbohandowo, Kepala Bidang Politik Dalam Negeri dan Organisasi Kemasyarakatan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten Kulonprogo mengemukakan hal itu saat membuka acara Sinau Pancasila dan Wawasan Kebangsaan bagi organisasi masyarakat (Ormas), Selasa (9/8/2022). Kegiatan ini mengangkat tema ‘Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Manusia Organisasi Masyarakat (SDM Ormas) : Internalisasi Nilai-nilai Pancasila dan Wawasan Kebangsaan.’
Kegiatan yang dilaksakan bekerjasama dengan Kesbangpol Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ini menghadirkan pembicara Dr Gatot Sugiharto SH, MH, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Universitas Ahmad Dahlan (UAD); Witriastuti Susani Anggraeni SE, MM, Koordinator Bidang KSPK BKKBN DIY; Kapten Inf Kusbandono, Korem 072/Pamungkas; dan Anggota Komisi A DPRD DIY, Novida Kartika Hadhi.
“Saat ini kami hanya mengundang 50 perwakilan Ormas karena situasinya masih pandemi Covid. Kami berharap perwakilan Ormas yang hadir bisa mengaktualisasikan Pancasila, mempertahankan dan mengisi kemerdekaan,” kata Mudopati.
Sedang Slamet SSos, MSi, perwakilan dari Kesbangpol DIY mengatakan pelaksanaan Pemilu 2024 sudah semakin dekat. Ia berharap perwakilan Ormas yang mengikuti acara ini bisa memotivasi keluarga, pemuda dan lingkungannya untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan Pemilu mendatang.
“Mengajak anak muda untuk menjadi KPPS. Jangan sampai orang yang sudah sepuh-sepuh masih mengurusi Pemilu yang butuh tenaga dan pikiran cukup berat. Sudah waktunya, anak-anak muda menggantikannya,” kata Slamet.
Sementara Gatot Sugiharto yang menyampaikan materi ‘Penguatan Nilai-nilai Pancasila Bagi Generasi Muda’ mengawali dengan sebuah pertanyaan yaitu mengapa Pancasila perlu dipelajari?
Menurut Gatot Sugiharto, Pancasila itu merupakan Ilmu Pengetahuan. Syarat-syarat ilmu pengetahuan adalah berobyek atau memiliki obyek, bersistem atau memiliki sistem, bermetode atau memiliki metode, dan bersifat universal atau berlaku umum.
Lebih lanjut Gatot menjelaskan, Pancasila memiliki dua obyek yaitu formal dan material. Obyek formal adalah tergantung dari sudut pandang apa Pancasila dikaji. Sedang objek material adalah adat istiadat, kebiasaan serta budaya dari bangsa Indonesia.
Selanjutnya, banyak metode yang bisa digunakan seperti hermenetika dan koherensi historik. Sedang sistemnya berupa sila-sila Pancasila. Semua kajian tersebut berlaku umum.
Menurut Gatot Sugiharto, di era revolusi industri 4.0 banyak permasalahan kebangsaan yang dihadapi. Salah satunya, adanya ICT paradox atau sebuah fenomena yang bertolak belakang antara perkembangan teknologi informasi dan kenyataan sebenarnya di masyarakat. “Banyak generasi muda menggunakan smartphone yang bagus, tetapi tidak produktif,” tandas Gatot.
Karena itu, pembinaan terhadap generasi muda harus terus digalakkan agar produktivitasnya meningkat. Gatot mengidamkan agar generasi muda memiliki Intellegence Quotient (IQ), Emotional Quotient (EQ), dan Spiritual Qoutient (SQ) yang bagus. “Generasi muda yang memiliki IQ tinggi, EQ tinggi dan SQ tinggi akan menjadi insan paripurna. Inilah yang kita idam-idamkan,” kata Gatot. (*)