YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Pasar Non Fungible Token (NFT) mengatur jual beli secara otomatis dan dilaksanakan secara fair. Sehingga setelah melakukan transaksi, pemilik akan mengetahui berapa saldo NFT dalam bentuk token pada dompet digitalnya.
Hal ini karena pertama, NFT memiliki kemampuan untuk mengesahkan aset digital menjadi kode unik. Kedua, mendapat dukungan teknologi blockchain crypto, sebagai salah satu platform pengembang uang digital. Ketiga, perdagangan NFT dapat dilakukan secara Peer to Peer (P2P) tanpa memerlukan pihak ketiga.
Ardy Wicaksono, M Kom, dosen Teknologi Informasi, Fakultas Teknik, Universitas Proklamasi (UP) 45 mengemukakan hal tersebut pada Webinar dengan tema NFT : Embracing A New Era of Digital Technology, Rabu (10/8/2022). Webinar yang diselenggarakan Prodi Teknologi Informasi ini dalam rangka memeriahkan Dies Natalis UP45 ke 58.
Selain Ardy Wicaksono, webinar ini juga menghadirkan pembicara Okki Soebagio, Founder atau Chief Executive Officer (CEO) Purpose Art Pte Ltd. Sedang moderator webinar, Aan Gunadi, Ketua Himpunan Mahasiswa Teknik Informatika (Himatif) UP 45 periode 2021/2022, dan host Vivi Rahmawati, mahasiswa Prodi Teknologi informasi UP45.
Lebih lanjut Ardy Wicaksono mengatakan NFT adalah sebuah token digital. NFT merupakan aset digital yang telah menarik minat investasi masyarakat Indonesia dalam hal mata uang kripto. NFT digunakan sebagai bukti kepemilikan barang yang dapat dibeli dengan mata uang kripto.
Barang yang dapat dibeli meliputi beragam media, mulai dari karya seni, klip video, musik, dan sebagainya. Selain itu, NFT juga umumnya muncul dalam format digital, seperti Joint Photographic Experts Group (JPEG), Portable Network Graphics (PNG), Graphics Interchange Format (GIF), dan lainnya.
NFT, tambah Ardy Wicaksono, merupakan sertifikat kepemilikan Daring (dalam jaringan) yang bisa diperjualbelikan, berbasiskan unit data yang disimpan pada buku besar (ledger) yang tergolong ke dalam blockchain. Ardy mencontohkan remaja Indonesia, pemilik akun bernama Ghozali Everyday menjadi heboh di media sosial, khususnya di situs penjualan karya digital berbasis NFT yaitu OpenSea.
“Ghozali konsisten menjual foto-foto selfie miliknya dalam lima tahun terakhir. Bahkan, ia menjadikan foto selfie menjadi Non Fungible Token (NFT), kini koleksinya bernilai miliar rupiah,” kata Ardy.
Seniman, tambah Ardy, juga bisa mengunggah karya seninya secara Daring dan membuat NFT-nya di marketplace. Setelah menjualnya seniman bisa mengklaim hasil karyanya sebagai hak cipta.
Ardy mendambahkan, karya-karya seni digital berupa gambar/foto/lukisan, animasi, koleksi unik, musik, video/animasi; pengganti dokumen fisik seperti buku manual, tiket, invoices, dokumen penting, tandatangan digital, dan karya kreatif lainnya.
Sedang Okki Soebagio, menjelaskan teknologi blockchain muncul kira-kira 10 tahun yang lalu. Teknologi blockchain ini mencatat transaksi online di server-server terdistribusi. Sifat transaksi tidak bisa dihapus, dan tidak bisa dimodifikasi. “Jadi apa yang sudah terjadi pasti akan tercatat,” kata Okki.
Menurut Okki, teknologi blockchain begitu unik dan powerfull. “Saya melihat kelahiran blockchain ini seperti saya melihat kelahiran internet. Saya bisa melihat potensinya mau kemana. Teknologi blockchain ini sangat fundamental untuk berbagai macam aplikasi. Siapa pun mau belajar, dia bisa belajar online semua materi yang kamu butuhkan,” katanya.
Ada dua macam, kata Okki, teknologi blockchain yaitu Crypto Currency dan Non Fungible Token (NFT). Cryptocurrency merupakan sistem mata uang digital yang diamankan menggunakan kriptografi. Sehingga, mata uang tersebut tidak dapat dipalsukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Sedang NFT adalah sebuah token digital. NFT merupakan aset digital yang telah menarik minat investasi masyarakat Indonesia dalam hal mata uang kripto. NFT digunakan sebagai bukti kepemilikan barang yang dapat dibeli dengan mata uang kripto.
Sementara Rektor UP 45 Yogyakarta, Dr Benedictus Renny See SH, SE, MH mengatakan webinar ini akan memberikan wawasan bagi mahasiswa dalam menyongsong era global. Kehadiran teknologi informasi telah mengubah tatanan kehidupan masyarakat. “Saya berharap setelah mengikuti webinar ini mahasiswa bisa menangkap dan memanfaatkan peluang di era globalisasi,” kata Benedictus Renny See. (*)