YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Pelukis asal Bandung, John Raymond menggelar pameran lukisan tunggal bertema ‘Ataraxia’ di LAV Galeri Jl Panjaitan Yogyakarta, Sabtu – Jumat (6/5 – 2/6/2023). Ada 25 lukisan abstrak karya John Raymond yang dipamerkan dan dikuratori Citra Pratiwi.
Dijelaskan John Raymond, Ataraxia merupakan sebuah pandangan filsafat mengenai kebahagiaan yaitu mencapai hidup tenang dengan merasa penuh bersama diri sendiri dan tanpa gangguan. “Ini sebuah pandangan ideal kehidupan dari sebuah aliran filsafat Stoikisme,” kata John Raymond saat pembukaan pameran lukisan di LAV Galeri, Sabtu (6/5/2023).
John Raymond melalui karya-karya abstrak ekpresionis mengajak audiens untuk memasuki ruang ketenangan. John memberikan kalimat bijak untuk menghasilkan seluruh karyanya yaitu ‘Kendalikan hal yang bisa dikendalikan, relakan hal yang tidak bisa dikendalikan.’
“Teknik melukis saya, bagian kuas bisa saya kendalikan. Sedang tuangan cat di atas kanvas itu tidak bisa saya kendalikan. Kalau diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, yang bisa kita dikendalikan itu diri sendiri dan tingkah laku. Sedang hal yang tidak bisa kita kendalikan adalah orang lain. Kita tidak bisa memaksakan pemikiran orang lain untuk sama seperti kita,” kata John.
John Raymond yang memiliki latar belakang desain grafis di Institut Teknologi Nasional (Itenas) Bandung ini menambahkan ia tidak bisa mengendalikan alur tuangan cat agar semua melingkar. “Saat cat jatuh di kanvas ada yang pecah, berbentuk garis, dan terpotong. Nah itu saya tidak bisa mengendalikan untuk semua menjadi lingkaran,” tambahnya.
Menurut John, salah satu lukisan yang paling sulit untuk mengendalikan diri adalah lukisan berjudul ‘Tenanglah Hai Jiwaku, Tenang.’ Lukisan ini dibuat di Pantai Anyer di Kabupaten Serang, Banten.
“Melukis di pantai itu sangat berisik dengan ombak, angin, orang lalu lalang, panas, melukis di atas pasir, banyak pasir yang melekat di kanvas. Banyak gangguan. Gangguan itu termasuk hal-hal yang tidak bisa dikendalikan. Sehingga lukisan itu saya beri judul Tenanglah Hai Jiwaku, Tenang,” kata John.
Setiap lukisan, jelas John, selalu membuat background terlebih dahulu dengan warna-warna sesuai dengan keinginannya. Background lukisan berjudul ‘Tenanglah Hai Jiwaku, Tenang’ dibuat dua pekan sebelum melukis di pantai.
“Background itu tiga layer atau tiga lapisan background dengan tekstur yang timbul. Eksekusi terakhir, saya melukis kurang lebih dua jam,” tambah John yang telah mengikuti pameran bersama sejak tahun 2018 dan baru pertama kali pameran tunggal di Yogyakarta.
Sementara Kurator Lukisan, Citra Pratiwi mengatakan kekuatan karya John Raymond pada gerakan gesturalnya. Seluruh lukisan yang dipamerkan bersifat garis lengkung dan itu menggambarkan seperti gerakan menari. Selain itu, juga bersifat liris, tidak banyak menggunakan teknik yang sifatnya keras atau tarikan bersifat tajam.
“Kalau direfleksikan pada kehidupan sekarang karya John Raymond adalah bagaimana caranya berdiam dengan diri kita sendiri. Sebab ketika John Raymond melihat kanvas itu tidak harus penuh terisi dengan cat. Dia selalu meninggalkan sisi-sisi kosong atau dia sebut jeda,” kata Citra.
Pada kehidupan sekarang ini, tambah Citra, orang sulit sekali untuk berdiam dengan diri kita sendiri. “Atau bahkan kita bahagia ketika kita tidak terganggu oleh apa pun. Itu alasannya, kita menggali konsep Ataraxia ini,” kata Citra.
Menurut Citra, John Raymond banyak menggunakan warna-warna yang berasal dari alam. Sehingga warnanya bersifat natural, tidak menggunakan warna-warna primer keras. “Semua lukisannya hadir dalam bentuk yang lembut,” ujarnya. (*)