YOGYAKARTA — Masyarakat Ekonomi Associate South East Asia Nation (ASEAN) atau MEA yang dicetuskan pelaksanaannya sejak 1 Januari 2016 belum mendapat perhatian masyarakat. Hal ini harus digelorakan kembali agar warga Indonesia tidak ketinggalan dengan negara lain.
Demikian diungkapkan Irawan Jati SIP MHum MSS, Kepala Program Studi Hubungan Internasional UII Yogyakarta kepada wartawan Selasa (7/2/2017). Statemen ini diungkapkan menyusul akan digelarnya konferensi 3th Internasional Indonesian Forum on Asian Studies (IIFAS) di Yogyakarta Rabu-Kamis (8-9/2/2017).
Dijelaskan Irawan, konferensi ini digelar Program Studi Hubungan Internasional, Universitas Islam Indonesia (UII) dan Pusat Studi Sosial Asia Tenggara Universitas Gadjah Mada (UGM) berkolaborasi dengan Internasional Indonesian Forum on Asian Studies (IIFAS) committee. “Ini merupakan forum ilmiah tahunan lintas disiplin ilmu sosial yang membahas perkembangan isu sosial baik lokal maupun internasional,” kata Irawan yang didampingi Dr Phil Hermin .Indah Wahyuni, Direktur Pusat Studi Sosial Asia Tenggara (PSSAT) UGM dan Johan Richard Weintre PhD, Chairperson of International Indonesian Forum for Asian Studies (IIFAS).
Tema 3rd IIFAS Conference, kata Irawan adalah Borderless Communities and Nations with Borders: Challenges of Globalization. Tema ini diambil sebagai respons akademik untuk menelaah tantangan globalisasi yang membawa banyak implikasi dalam berbagai bidang.
Hari pertama, konferensi akan digelar di Auditorium Sukadji Ranuwiharjo, Gedung Magister Manajemen UGM. Sedang hari kedua, dilaksanakan di gedung Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, UII.
Konferensi internasional ini berkomitmen menyediakan forum sharing knowledge yang terbuka dan kritis dalam memaknai phenomena globalisasi yang telah menyentuh seluruh aspek kehidupan modern. Konferensi ini mengundang beragam perspektif dari beragam disiplin, organisasi, akademisi nasional dan internasional, organisasi pemerintah dan NGO, mahasiswa, professional, korporasi, dan public secara luas untuk berkontribusi dalam mewarnai wacana diskusi.
Konferensi akan dihadiri 383 peserta, dalam dan luar negeri. Ada 35 peserta berasal dari mancanegara (Filipina, Jepang, India, Amerika Serikat, Australia, Taiwan, Belanda, Malaysia, Inggris, dan Myanmar). Sedang makalah yang akan dipresentasikan sebanyak 295 judul yang ditulis 472 peneliti.
Konferensi akan dibuka oleh Pimpinan UGM dan dibuka secara resmi Direktur jenderal kelembagaan, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Dr. Totok Prasetyo, BEng MT. Pembicara Prof. Francis Daehoon Lee (research professor peace studies, Sungkonghoe University), Dr. Lyn Parker (Profesor di Asian Studies dan Associate Dean of Arts Post Graduate Studies pada University of Western Australia), dan Prof. Sigit Riyanto (Fakultas Hukum, UGM).
Penulis : Heri Purwata