YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Tim mahasiswa Fakultas Teknik UGM ‘Mechanica Telluris’ menjadi Juara 1 kompetisi Geothermal Technology Innovation GFEST 2023. Kompetisi ini diselenggarakan Indonesian Geothermal Association UPN Veteran Yogyakarta (INAGA UPNVY), Senin (4/12/2023) lalu.
Tim mahasiswa UGM terdiri M Rizki Ramadhan dan M Syafaq Abdallah dari Teknik Geologi serta Adnan Farhat Rizalis dan Hafiz Agung Maulana dari Teknik Mesin. Mereka berhasil menyisihkan tim mahasiswa dari ITS, ITB, dan UPN Veteran Yogyakarta.
Hafiz Agung Maulana, salah satu anggota menjelaskan Tim ‘Mechanica Telluris’ membawakan karya tulis yang mengintegrasikan teknologi Enhance Geothermal System (EGS) dan Organic Rankine Cycle (ORC) untuk meningkatkan efisiensi sistem geothermal khususnya pada kasus site geothermal dengan low-medium enthalpy.
Agung mengaku senang dan bangga bisa menjuarai perlombaan tersebut. Sebab untuk persiapan mengikuti lomba ini memerlukan waktu sekitar tiga bulan, dimulai dari mengumpulkan ide dan referensi, serta konsultasi dengan dosen pembimbing.
“Awalnya kami tidak menyangka akan menang dikarenakan pesertanya dari universitas-universitas terbaik di Indonesia, tapi kami bersyukur bersyukur bisa memenangkan perlombaan tersebut,” kata Agung dalam rilis yang dikirim Rabu (3/1/2024).
Lebih lanjut Agung menjelaskan dalam mengikuti kompetisi presentasi dan lomba poster inovasi teknologi geothermal ini, pihaknya membuat makalah setebal 60 halaman. Saat lolos seleksi, mereka diminta mempresentasikan hasil inovasi tersebut dihadapan dewan juri.
Adapun tema karya yang mereka angkat soal banyaknya potensi geothermal di Indonesia yang bersifat low-medium enthalpy namun berada pada kawasan hutan lindung dan hutan adat. Sehingga kondisi ini menyulitkan pengembangan pembangkit geothermal di Indonesia.
“Pada sistem yang kami hadirkan, air panas sisa dari pembangkit geothermal dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi untuk pengering hasil pertanian masyarakat sekitar, misalnya kopi, dengan harapan masyarakat sekitar juga dapat merasakan manfaat langsung dari pembangun proyek tersebut,” kata Agung.
Agung menceritakan memang tidak mudah merealisasikan ide dan gagasan inovasi tersebut dalam makalahnya. Apalagi di dalam tim memiliki cara pandang berbeda dalam menyelesaikan sebuah persoalan. “Tantangan awalnya pertama yang pasti karena kami dari disiplin ilmu yang berbeda, sempat ada beberapa kali perbedaan pandangan terhadap ide yang ingin kami hadirkan, namun hal itu bisa kami atasi karena kami memiliki visi yang sama tentang masa depan energi di Indonesia,” jelasnya
Menurutnya teknologi EGS dan ORC merupakan teknologi yang sudah pernah diterapkan di luar negeri, namun untuk indonesia teknologi tersebut merupakan teknologi yang belum pernah ada. “Bagi kami integrasi dari kedua teknologi tersebut sebenarnya masih jarang dibahas oleh banyak orang sehingga ide ini bisa mendukung perkembangan energi geothermal di tanah air,” pungkasnya. (*)