SLEMAN — Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan metode enzimatis untuk melipatgandakan secara eksponensial suatu sekuen nukleotida tertentu secara in vitro. PCR dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan memanipulasi deoxyribose-nucleic acid (DNA), mendeteksi patogen berbagai penyakit (HIV, hepatitis, TBC, Avian Influenza), mendeteksi variasi genetik, kajian forensic dan paternity, serta analisis genetik lainnya.
Demikian hasil penelitian Dinda Eling Kartikaning Sasmito, SKom, MKom yang dipresentasikan kepada wartawan Jumat (21/4/2017). Penelitian ini dibawah bimbingan Izzati Muhimmah ST, MSc, PhD pada Magister Teknik Informatika, Program Pascasarjana Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta.
Dijelaskan Dinda, bioinformatika merupakan bidang yang berkembang pesat dalam ilmu biologi. Bioinformatika yang didukung ilmu komputer, kimia dan statistika digunakan dalam penelitian terapan bioteknologi dan biomedis.
Pada bidang biologi molekular, bioinformatika digunakan untuk proses Polymerase Chain Reaction (PCR). Proses PCR membutuhkan empat komponen utama yaitu 1) DNA cetakan, fragmen DNA yang akan dilipatgandakan, (2) oligonukleotida primer, yaitu suatu sekuen oligonukleotida pendek (15-25 basa nukleotida) yang digunakan untuk mengawali sintesis rantai DNA, (3) deoksiribonukleotida trisofat (dNTP), terdiri atas dATP, dCTP, dGTP, dTTP, dan (4) enzim DNA polimerase, yaitu enzim yang melakukan katalisis reaksi sintesis rantai DNA.
Komponen lain yang juga penting adalah larutan penyangga (buffer). “Keberhasilan PCR sangat tergantung pada kualitas oligonukleotida primer,” kata Dinda yang ikut diwisuda S2, Sabtu (22/4/2017).
Lebih lanjut Dinda mengatakan penelitian yang dilakukan mencari desain primer yang optimum pada suatu sekuen DNA cetakan. Penelitian ini mengacu pada penelitian terdahulu (Yang, Cheng, Chang, & Chuang, 2008; Wu dkk., 2004; dan Lin dkk., 2005) dengan pembaruan memasukkan parameter repeats and runs serta mismatch dalam komputasinya, serta metode penyilangan aritmatika yang digunakan pada proses genetika dalam algoritma pencarian.
Aplikasi yang dibangun pada penelitian menggunakan Bahasa Indonesia, dengan fitur pencarian desain primer optimum dari suatu sekuen DNA, serta analisis desain primer untuk mengetahui nilai parameter primer dari pasangan primer yang telah dimiliki. Sekuen DNA yang diujikan pada penelitian ini adalah CYP1A1, merupakan sekuen pada manusia yang memiliki hubungan dengan peningkatan resiko kanker paru-paru.
Pengujian, kata Dinda, berupa pengujian kinerja aplikasi, pengujian parameter genetika, pengujian parameter primer serta perbandingan hasil dengan aplikasi sejenis. Pada pengujian kinerja aplikasi, seluruh fitur dan fungsi tombol telah berfungsi dengan baik. Pengujian parameter genetika menghasilkan parameter penyilangan dan parameter mutasi yang sesuai untuk sekuen DNA target.
Pengujian parameter primer dilakukan terhadap dua pasang primer yang telah teruji berhasil untuk proses PCR di laboratorium Biokimia dengan bimbingan Prof Dr drh Wayan T. Artama. Pada proses pengujian perbandingan hasil dengan aplikasi sejenis, aplikasi mampu menghasilkan pasangan primer dengan rata-rata nilai fitness maksimal yakni 100.
“Nilai ini lebih tinggi dibandingkan dengan primer yang telah teruji berhasil pada proses PCR di laboratorium serta yang dihasilkan oleh aplikasi sejenis: Primer3Web dan Primer3Plus,”ujarnya.
Keberhasilan pada pengujian yang telah dilakukan pada penelitian menunjukkan bahwa aplikasi dapat digunakan untuk desain primer PCR. Sejauh ini pengujian terhadap sekuen yang telah berhasil pada proses PCR di laboratorium dilakukan untuk mengetahui nilai parameter-parameter primernya. Pengujian tersebut dilakukan terhadap sekuen KF952601, sekuen gen sitokrom b untuk analisis hubungan filogenetik pada kambing di Indonesia.
“Tidak menutup kemungkinan aplikasi yang dibangun digunakan untuk mencari primer serta menganalisis parameter primer pada sekuen tumbuh-tumbuhan atau makhluk hidup lainnya,” harapnya.