Kaji Al Quran dan Hadits, FIAI UII Berkolaborasi dengan UM Malaysia

Dekan FIAI UII Dr. Drs. Asmuni dan Ketua Delegasi AIS UM Malaysia Dr. Mohammad Khalid Bahrudin (foto: IPK)
Dekan FIAI UII Dr. Drs. Asmuni dan Ketua Delegasi AIS UM Malaysia Dr. Mohammad Khalid Bahrudin (foto: IPK)


YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII) berkolaborasi dengan Academy Islamic Studies Universitas Malaya (UM) Malaysia adakan seminar bertema Al Qur’an dan hadits, Selasa, 9 Juli 2024 di Gedung Wahid Hasyim Kampus Terpadu UII Jalan Kaliurang km 14.4 Sleman.

Kerjasama FIAI UII dan UM Malaysia selain penyelenggarakan seminar juga dalam materi pertukaran budaya, melalui serangkaian kegiatan pengenalan budaya Indonesia dan Malaysia, kepada mahasiswa UII dan UM Malaysia. Selain itu, dilakukan kunjungan ke Museum UII dan Candi Kimpulan yang berada di kampus.
Hadir dalam seminar Dekan FIAI UII Dr. Drs. Asmuni, Ketua Delegasi ACIS UM Malaysia Dr. Mohammad Khalid Bahrudin, Wakil Dekan Bidang Keagamaan, Kemahasiswaan dan Alumni Dr. Muhammad Roy Purwanto, S.Ag., M.Ag, Kaprodi  Ahwal Syakhshiyah UII Krismono, S.H.I, M.S.I, serta Ketua Panitia Rizqi Anfanni Fahmi, SEI., M.S.I,

Dalam sambutan pembukaan seminar, Dekan FIAI UII Dr. Drs. Asmuni. MA mempertegas pemaknaan Al Qur’an.
“Secara umum, orang mendefinisikan Al Qur’an sebagai Kalamullah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad melalui Malaikat Jibril, ini merupakan definisi teologis dan itu menjadi keimanan kita. Tapi ketika Al Qur’an dianggap sebagai sumber ilmu maka Al Qur’an adalah kitab yang setara semesta, artinya apa yang dibahasakan oleh Al Qur’an itu isyarat ilmiah untuk mengantarkan kita meneliti apa fenomena yang terjadi di jagad raya ini. Makanya dalam Al Quran penuh isyarat ilmiah, tapi Al Quran bukan kitab ilmiah tapi kitab suci,” kata Dr Asmuni.

Melengkapi sambutan, Ketua Delegasi UM Malaysia, Dr. Mohammad Khalid Bahrudin mengawali sambutan dengan ungkapan terimakasih kepada UII.
”Terimakasih atas sambutan Bapak Dekan FIAI UII. Kami dari Universitas Malaya Malaysia berkesempatan menggali sebanyak mungkin dari Fakultas Ilmu Agama Islam UII untuk berbagai aspek. Juga kami membuka kesempatan seluas-luasnya untuk FIAI UII bekerjasama dengan Universitas Malaya Malaysia,” ungkap Dr. Mohammad Khalid Universitas Malaya Malaysia.
Imbuhnya, Universitas Malaya Malaysia juga berharap adanya kerjasama penelitian dalam bidang kajian Al Quran dan Hadits. Serta kerjasama untuk menulis bersama pada Jurnal Akademis Studi Al-Qur’an dan Hadits Universitas Malaya yang sudah terindeks Scopus.

Peserta seminar kerjasama FIAI dengan UM Malaysia, terdiri dari dosen, mahasiswa kedua kampus (foto:IPK)

Selepas sambutan, kegiatan dilanjutkan seminar dengan narasumber dari FIAI UII dan UM Malaysia.
Narasumber dari UII, Dr. Muhammad Roy Purwanto, S.Ag., M.Ag singgung masuknya agama Islam di Indonesia.
”Sejak Islam masuk ke wilayah Nusantara, kajian Al-Qur’an mulai dilakukan, termasuk tafsirnya. Naskah tafsir pertama kali muncul di Nusantara pada abad ke-16. Ditemukan naskah Al Qur’an Surat Al-Kahfi oleh penulis tak dikenal. Diduga ditulis pada masa awal pemerintahan Sultan Iskandar Muda tahun 1607 hingga 1636. Sedangkan kitab tafsir lengkap pertama 30 juz ditulis oleh Abdur Rauf Singkil tahun 1615 hingga 1693 dengan gelar Tarjumanul Mustafid,” ungkap Mumammad Roy yang juga menjabat Wakil Dekan Bidang Keagamaan, Kemahasiswaan dan Alumni FIAI UII.

Imbuh Muhammad Roy, bahwa pada abad ke-19 terdapat dua karya tafsir yang terdokumentasi. Pertama Tafsir Marah Labid karya Imam Nawawi Al Bantani dengan menggunakan bahasa Arab. Tafsir Marah Labid menafsirkan Al Qur’an dari surah Al Fatihah hingga surah An Nas. Gaya penafsirannya adalah lughawi dan bilma’tsur. Tafsir selanjutnya adalah Tafsir Faidlurrahman dalam bahasa pegon jawa, karya Syeh Soleh Darat Semarang. Ia sengaja menafsirkan Alquran dalam bahasa Jawa agar mudah dipahami masyarakat.

Selepas paparan narasumber dari FIAI UII, dilanjutkan paparan dari UM Malaysia yaitu Dr. Mohammad Khalid Bahrudin.
“Berawal sejak abad ke-17 sampai hari ini, penulisan dan penerbitan hadits di Tanah Melayu telah berkembang pesat dan berevolusi dengan keperluan masyarakat di Malaysia. Namun begitu sebagian penerbitan hadits ini didapati bermasalah dari segi kualitas status dan terjemahannya. Penggunaan riwayat palsu atau diduga dhoif, serta kesalahan atau ketidaktepatan terjemahan tempak dalam penerbitan dari hasil rangkuman naskah klasik maupun kontemporer. Untuk mencegah hal ini terjadi secara luas, pihak berwenang di negara Malaysia telah mengambil tanggung jawab untuk memperkenalkan mekanisme peraturan untuk teks dan terjemahan hadits,” ungkap Dr. Mohammad Khalid dengan gaya bahasa Melayunya.

Tambahnya, secara otoritatif, pengaturan kesahihan hadits secara resmi digagas oleh Umar bin Abdul Aziz melalui proyek kodifikasi pada masa pemerintahannya. Hal ini didorong oleh beberapa faktor seperti meninggalnya para sahabat penghafal hadits , praktik bid’ah dan tahayul serta penyebaran hadits palsu. Era berikutnya mencatat berbagai aktivitas peraturan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran terkait hadits, khususnya yang melibatkan penyebaran dan penggunaan hadits palsu.

Seminar dengan moderator  Miqdam Makhfi, Lc., M.A selain luring diikuti mahasiswa UM Malaysia dan FIAI UII, juga secara daring menggunakan live streaming ke sivitas akademika Universitas Malaya di Malaysia. Miqdam merupakan alumni salah satu perguruan tinggi di Malaysia. Dalam pengamatan Miqdam selama kuliah di Malaysia menyebutkan bahwa proses pendidikan agama Islam di perguruan tinggi Malaysia dan Indonesia memiliki banyak perbedaan.
”Mahasiswa di Malaysia sangat patuh kepada pengajar, itu sebuah keunggulan di sana. Mahasiswa di Indonesia, memang tidak sekuat Malaysia dalam kepatuhannya, tapi dalam kreatifitas dan semangat inovasinya, tampak dominan. (IPK)