UII dan KPI Gelar Diskusi Publik ‘Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa’

Rektor UII dan Ketua KPID DIY menandatangani kerjasama. (foto : heri purwata)
Rektor UII dan Ketua KPID DIY menandatangani kerjasama. (foto : heri purwata)

YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Universitas Islam Indonesia (UII) dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menggelar Diskusi Publik ‘Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa’ (GLSP), di Gedung Sarjito Kampus Terpadu UII, Jumat (1/11/2024). Diskusi yang diikuti mahasiswa UII, dan dosen ini mengangkat tema ‘Konten Lokal Sebagai Medium Demokratisasi Budaya.’

Evri Rizqi Monarshi, Komisioner KPI bidang Kelembagaan dan Penanggung Jawab GLSP, mengatakan Diskusi Publik GLSP sebagai wujud tanggungjawab KPI Pusat. Diskusi Publik GLSP yang digelar bekerja sama dengan KPID untuk DIY untuk memberikan informasi kepada masyarakat terkait dengan siaran yang layak dan harus dikonsumi oleh masyarakat.

Bacaan Lainnya

Saat ini, kata Evri Rizqi, anak-anak zaman sekarang lebih mengenal budaya asing, seperti drama Korea (Drakor), ketimbang budaya daerah/negara sendiri. Bahkan Drakor sudah sangat meresap dalam pikiran-pikiran anak-anak muda Indonesia. Bangsa Korea pun dengan mudah dan leluasa memproduksi budaya atau drama yang disukai anak-anak muda Indonesia. Akibatnya, ada kemerosotan untuk menikmati konten-konten budaya lokal atau yang sangat Indonesia banget.

Karena itu, kata Evri Rizqi, melalui GLSP ini, KPI mendorong media-media penyiaran untuk lebih banyak menyiarkan dan bahkan memproduksi konten-konten budaya yang sangat Indonesia. Sebab, selama ini tidak sedikit media penyiaran biasanya membentuk konten budaya yang lebih populis ketimbang tayangan yang berkualitas karena demi rating.

Evri Rizqi berharap konten lokal akan menjadi raja di daerahnya masing-masing. Untuk itu, media penyiaran perlu mengemas konten-konten lokal agar lebih menarik. Evri mengaku untuk menghadirkan program budaya lokal memang tidak mudah, namun dengan GLSP ini media-media penyiaran bisa mengemas budaya lokal dengan lebih menarik.

Rektor UII, Prof Fathul Wahid ST MSc PhD mengatakan setiap zaman memang punya tantangan dan konteks yang berbeda. Ketika dulu ada tayangan budaya yang menarik, namun kini tayangan yang dianggap menarik saat itu belum tentu menarik untuk saat ini. Artinya, ada pergeseran makna yang itu sering kali diterima sebagai kewajaran baru.

Jadi, konteks mempengaruhi tafsir kita atas banyak fenomena, sehingga kita harus selalu berpikir mencari makna dan itulah yang menjadikan hidup kita semakin bermakna. Tafsir masa lampau belum tentu cocok untuk konteks hari ini. “Sebagai contoh, cara mengajar mahasiswa dulu belum tentu cocok dengan mahasiswa sekarang. Apa yang dulu valid belum tentu sekarang valid,” kata Fathul.

Sementara Ketua KPID DIY, Hazwan Iskandar Jaya mengungkapkan untuk meningkatkan konten lokal dilaksanakan Pekan Anugerah Penyiaan KPID DIY 2024. Acara ini diisi dengan berbagai kegiatan, dimulai dari 29 Oktober 2024 berupa sekolah literasi digital kepenyiaran di MAN 1 Yogyakarta.

Selain itu, kata Hazwan Iskandar, bekerjasama dengan KPI Pusat, KPID DIY melakukan kegiatan GLSP Goes to Campus mulai 31 Oktober 2024 hingga 9 November 2024 ke 10 kampus atau perguruan tinggi di DIY, salah satunya UII. Dalam acara GLSP juga dilakukan penandatangan kerjasama antara KPID DIY dan UII. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *