Short Course FIAI UII: Pentingnya Etika dalam Penggunaan Artificial Intelligence

Short course Penulisan Berbasis Artificial Intelligence (AI) untuk mahasiswa FIAI UII (foto: FIAI)
Short course Penulisan Berbasis Artificial Intelligence (AI) untuk mahasiswa FIAI UII (foto: FIAI)

YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indonesia (UII) menyelenggarakan short course Penulisan Berbasis Artificial Intelligence (AI), diikuti lebih dari 90 peserta, terdiri dari mahasiswa UII dan perguruan tinggi dalam naungan Koordinatorat Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta (Kopertais) Wilayah 3 Daerah Istimewa Yogyakarta.

Short course diselenggarakan di lantai III Gedung KHA Wahid Hasyim FIAI UII Senin dan Selasa, 25-26 November 202. Ketua Panitia kegiatan Ahmad Zubaidi, S.Pd., M.Pd menegaskan bahwa selain paparan materi juga ditingkatkan dengan praktik dan pengecekan plagiasi di Turnitin.

“Dari sisi praktik langsung dengan AI, akan diberikan hadiah untuk tulisan terbaik. Semata memotivasi peserta, meski dari mahasiswa luar UII, tetap kita berikan dukungan dalam menjalin sinergitas yang baik. Untuk memajukan karya tulis di tingkat mahasiswa, hal ini perlu dilakukan sekuat mungkin demi terjaganya integritas dalam penulisan” kata Ahmad.  

Selain itu, Ahmad Zubaidi menambahkan bahwa hasil tulisan terbaik dari peserta akan dibantu untuk dimuat di media massa online, jurnal dan media sosial.  Harapannya menjadi contoh bagi masyarakat umum, tentang pemanfaatan AI. Klasifikasi tulisan yang diharapkan menonjol dari peserta berupa opini, cerita motivasi dan karya akademis lainnya.

Setelah hari pertama hadirkan 2 narasumber, pada hari kedua juga bersama 2 narasumber. Hari kedua, diawali paparan Ahmad Ali Azim, S. Pd. I., M. Pd yang merupakan pendiri media dan penerbit Dawuh Guru serta penulis opini pada beberapa media massa ternama.  Disambung paparan narasumber kedua, Yuli Andriansyah, SE., MSI dosen Prodi Ekonomi Islam UII, juga sebagai Editor In Chief Jurnal Millah FIAI UII.  

”Menembus media massa nasional, bisa dimulai dengan menggempur dengan tulisan opini ke media lokal. Hal ini karena redaktur media massa akan melakukan cek popularitas nama penulis opini di media online, misal di Google Cendekia, jurnal dan media massa lain. Sehingga nama kita harusnya dikenal dulu secara online,” kata Ali Azim 

Tandasnya, sudah saatnya generasi sekarang memanfaatkan teknologi, seperti AI. Namun jangan menggantungkan sepenuhnya dari hasil kerja AI. Sebagian saja, atau dalam upaya untuk mencari ide dan gagasan. Kalau tidak beradaptasi dengan AI bisa makin ketinggalan zaman.

”Saya pernah meramu data, informasi, berita dan sejarah menjadi sebuah bagian dari buku hasil kerja AI. Memang tidak semua perguruan tinggi bisa menerima AI. Ada yang mendorong, ada yang menghindari mahasiswanya menggunakan AI. Namun bagi saya pribadi, AI akan membantu dalam hal kecepatan menyelesaikan penulisan. AI itu pintar, beda pilot meski sama-sama mencari informasi yang sama, hasilnya tetap beda. Sehingga ketika dicek di alat pendeteks plagiasi, cenderung aman, namun ya saat ini, entah nantinya,” kata Ali Azim.

Sesi kedua, Yuli Andriansyah, SE., MSI  yang saat ini juga masih menempuh studi doktor, menjelaskan arti penting AI.
“Artificial Intelligence memiliki peluang untuk membantu umat manusia, termasuk para peserta didik di perguruan tinggi. Sejumlah Lembaga dunia dan pemerintah Indonesia telah membuat petunjuk yang dapat menjadi panduan agar penggunaan AI dapat memberikan manfaat dan tetap sesuai dengan etika. Sudah selayaknya dunia kampus memanfaatkan AI untuk mengakselerasi capaian pendidikan tinggi sembari tetap menjaga etika dan integritas akademik,” kata Yuli

Imbuhnya, kejujuran bagi pengguna AI juga perlu diperhatikan. Bukan berarti ketika sebuah karya yang tidak terdeteksi sebagai hasil kerja AI, lalu mengabaikan aspek transparansi. Transparansi dalam hal ini menyebutkan bahwa karya tulis tersebut juga didapatkan dari perangkat AI.
”Dalam pemanfaatan AI yang menganut mazhab kejujuran. Sekiranya memang dihasilkan dari hasil AI, tetap disebutkan. Meskipun tidak terdeteksi perangkat detektor AI. Bahkan karya tulis yang dihasilkan dari AI tetap perlu sentuhan editing, untuk menyesuaikan gaya penulisan. Intinya etika dan karakter tetap harus benar-benar dijaga dalam dunia pendidikan,” tegas Yuli Andriansyah.

Dalam sesi simulasi, Yuli Andriansyah mencoba memberikan contoh pemanfaatan AI untuk memudahkan mahasiswa menyelesaikan skripsi dan karya ilmiah. Simulasi memberikan gambaran pola penggunaan AI yang benar dan etis, serta penggunaan AI yang bersifat mengelabuhi karena tidak akan dideteksi sebagai karya dari AI. Namun dalam paparan penutupan, Yuli memastikan yang hadir tetap harus berpegang teguh pada etika, ketika memanfaatkan AI.

Sebelum short course ditutup, Ahmad Zubaidi membagikan hadiah senilai 1 juta rupiah kepada peserta yang mampu menjawab 10 pertanyaan mengenai materi yang disampaikan oleh 4 narasumber selama 2 hari. (IPK) 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *