UII Kukuhkan Dua Guru Besar Anas Hidayat dan Unggul Priyadi

Prof Anas Hidayat dan Prof Unggul Priyadi sebelum menyampaikan pidato pengukuhan. (foto : Humas UII)
Prof Anas Hidayat dan Prof Unggul Priyadi sebelum menyampaikan pidato pengukuhan. (foto : Humas UII)

YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Universitas Islam Indonesia (UII) mengukuhkan dua Guru Besar, Prof Drs Anas Hidayat, MBA, PhD dan Prof Dr Drs Unggul Priyadi, MSi. Prof Anas Hidayat sebagai Guru Besar di Bidang Ilmu Manajemen Pemasaran, sedang Prof Unggul Priyadi, Guru Besar Bidang Ilmu Ekonomi Kelembagaan.

Pengukuhan dua Guru Besar dilaksanakan pada Rapat Terbuka Senat Universitas Islam Indonesia (UII) dengan angenda Pidato Pengukuhan Profesor di Auditorium KH Abdul Kahar Muzakkir, Kampus Terpadu UII, Jl Kaliurang Km 14,5, Sleman, Selasa (11/2/2024). Rapat Terbuka Senat UII dipimpin Rektor Prof Fathul Wahid ST, MSc, PhD.

Bacaan Lainnya

Prof Anas Hidayat menyampaikan pidato pengukuhan berjudul ‘Krisis Etika Manusia dan Dampak terhadap Praktek Bisnis di Indonesia.’ Anas mengungkapkan fakta empiris menujukkan dinamika ekonomi global telah meningkatkan kesenjangan antara perusahaan besar dan pelaku bisnis kecil.

“Perusahaan multinasional atau saat ini populer istilah oligarki sering kali memiliki keunggulan besar dalam hal sumber daya dan pengaruh, memungkinkan mereka mendominasi pasar dan memperburuk ketimpangan ekonomi. Dalam konteks ini, muncul dilema etis terkait distribusi kekayaan,” kata Anas.

Perusahaan besar, kata Anas, mestinya dapat memainkan peran dalam menciptakan ekonomi yang lebih inklusif tanpa mengorbankan daya saing mereka. Akhirnya muncul moral dilema, maukah mereka memberikan manfaat yang lebih merata kepada berbagai kelompok masyarakat, termasuk kelompok yang kurang beruntung atau terpinggirkan, tanpa mengurangi daya saing perusahaan di pasar?

Menurut Anas, bisnis kapitalistik sangat oportunis, sehingga praktik korupsi tetap menjadi tantangan serius di banyak negara (termasuk Indonesia), terutama dalam interaksi antara sektor swasta dan publik. Perusahaan sering kali dihadapkan pada tekanan untuk terlibat dalam praktik tidak etis, seperti suap, demi memenangkan kontrak atau mengamankan izin.

Tantangan ini menimbulkan pertanyaan penting akan sangat sulit perusahaan dapat memastikan transparansi dalam tata kelola mereka di lingkungan yang secara sistemik tidak mendukung integritas. “Sehingga ada anekdot di tengah masyarakat: jujur ajur, sebuah istilah ini pernah ditulis oleh Ronggowarsito dalam tulisannya yang disebut ramalan. Ronggowarsito menuliskan kalimat ini berdasarkan pengalaman dan kenyataan sosial politik yang terjadi saat itu,” katanya. 

Kelembagaan

Sementara Prof Unggul Priyadi mengangkat judul pidato pengukuhan ‘Kelembagaan sebagai Pilar Kesejahteraan dan Keadilan dalam Transformasi Ekonomi Global dan Ekonomi Syariah.’ Menurut Unggul, kelembagaan memiliki peran penting dalam aspek global dan syariah sebagai upaya mewujudkan kesejahteraan serta keadilan.

Unggul menjelaskan kelembagaan dalam aspek ekonomi global mencakup beberapa aspek. Di antaranya, pertama, penguatan kelembagaan sebagai faktor utama menciptakan stabilitas dan efisiensi ekonomi. Kedua, peran kelembagaan dalam sektor pertanian khususnya inovasi kelembagaan P G Madukismo. Ketiga, peran kelembagaan dalam ekonomi pembangunan dan regional. Di sini, kelembagaan sangat penting untuk memahami bagaimana dinamika regional pada gambaran yang lebih besar tentang pembangunan ekonomi baik secara lokal maupun global.

Sedang kelembagaan dalam aspek ekonomi syariah, kata Unggul, mencakup peran kelembagaan dalam pengembangan pariwisata berbasis nilai-nilai Maqasid Syariah. Kajian peran kelembagaan dalam ekonomi syariah terdiri: pertama, Peran Kelembagaan dalam Ekonomi Syariah. Kedua, model pengelolaan tanah wakaf untuk kesejahteraan ekonomi umat. Ketiga, biaya transaksi dalam pengelolaan wakaf. Keempat, hak milik (property rights) dalam sistem wakaf. Kelima, tata kelola dan akuntabilitas. Keenam, ekonomi kelembagaan dan risiko pembiayaan institusi perbankan.

“Di era transformasi global dan ekonomi syariah. Kelembagaan tidak hanya menjadi tulang punggung stabilitas ekonomi, tetapi juga sebagai instrumen untuk mencapai tingkat kesejahteraan dan keadilan. Melalui penguatan kelembagaan, dapat menciptakan lingkungan ekonomi yang lebih stabil, adil, dan berkelanjutan serta membawa manfaat bagi seluruh lapisan masyarakat,” kata Unggul. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *