Prof Edy Suandi Hamid : Efisiensi Nasional Jangan Hanya Jargon, Tapi Tindakan Nyata

Prof Edy Suandi Hamid. (foto : istimewa)
Prof Edy Suandi Hamid. (foto : istimewa)

YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Efisiensi merupakan sesuatu yang menjadi banyak menjadi impian dan keinginan bagi banyak pihak; perusahan, negara, bahkan individu. Namun, gerakan efisiensi yang dicanangkan oleh pemerintah saat ini memperoleh penolakan. Bahkan disikapi dengan demonstrasi oleh gerakan mahasiswa di berbagai kota di Tanah Air, yang tentu saja hal ini menunjukkan ketidaklaziman.

Karena kata efisiensi hanyalah ‘dipinjam’ dan digunakan untuk mengaburkan situasi yang dihadapi negara sesungguhnya. Di antaranya, warisan fiskal di masa lalu, membayar bunga dan hutang negara, pembangunan IKN, serta membiayai program terkait janji-janji kampanye Makan Bergizi Gratis, pembangunan tiga juta rumah rakyat, dan pernyataan-pernyataan spontan yang populis.

Bacaan Lainnya

Pakar Ekonomi, Prof Dr Edy Suandi Hamid MEc mengemukakan hal tersebut pada Webinar bertajuk ‘Efisiensi dalam Pandangan Islam’ pada Jumat (21/2/2025). Selain Edy, Webinar menampilkan nara sumber KH Abdul Wahid Maktub, President University Lecturer; dan Dr Irman Gusman MBA, Senator Republik Indonesia asal Sumatera Barat 2024-2029, Ketua DPD RI 2009-2016.

Menurut Edy, penolakan merupakan respon masyarakat karena terjadi ketidakkonsistenan situasi negara. Situasi ini ditunjukan dengan terganggunya program-program prioritas yang seharusnya dilakukan Kementerian/Lembaga Pemerintah. Selain itu, adanya ketidakkonsistenan kebijakan lain seperti bentuk kabinet terbesar sepanjang sejarah Indonesia, pengangkatan staf khusus yang dinilai tidak perlu, beberapa kali kunjungan Luar Negeri Presiden, dan pemberantasan korupsi yang cenderung lamban.

Dalam perspektif Islam, lanjut Edy yang juga Rektor Universitas Widya Mataram (UWM), efisiensi merupakan bagian dari ajaran fundamental. Tujuannya untuk menekankan penggunaan sumber daya secara optimal, hidup hemat, serta menjaga kelestarian alam. Prinsip dasar ekonomi syariah menggarisbawahi pentingnya efisiensi alokasi dan efisiensi teknis sebagai kunci utama dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Menurut Edy yang juga Ketua Umum Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) DIY ini, salah satu indikator utama inefisiensi di Indonesia adalah tingginya Incremental Capital Output Ratio (ICOR) atau investasi yang dilakukan tetapi belum memberikan hasil yang maksimal. Hingga tahun 2023, ICOR Indonesia baru mencapai angka 7.6. Angka ini jauh di atas rata-rata negara-negara ASEAN lainnya. Tingginya ICOR ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk kebocoran anggaran, pungutan liar, serta infrastruktur yang belum memadai di banyak daerah.

“Kita masih menghadapi tantangan besar dalam mengurangi inefisiensi nasional. Korupsi, birokrasi yang berbelit, dan masih lemahnya infrastruktur menjadi faktor utama yang harus segera diperbaiki. Jika tidak, daya saing kita akan semakin tertinggal dibanding negara-negara tetangga,” kata Edy yang juga pernah menjadi Ketua Forum Rektor Indonesia periode 2008-2010.

Edy menekankan seharusnya efisiensi bukan hanya sebatas jargon, melainkan harus diwujudkan dalam kebijakan konkret. Implementasi ekonomi berbasis syariah diyakini dapat menjadi solusi dalam menekan ketimpangan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Prinsip-prinsip Islam mengajarkan bahwa bekerja harus dilakukan secara profesional, sesuai dengan kapasitas dan keahlian masing-masing individu, guna mencapai hasil yang maksimal dengan sumber daya yang ada.

Dalam seminar ini juga dibahas bagaimana Indonesia perlu mengadopsi sistem ekonomi yang lebih berkeadilan, baik melalui pendekatan ekonomi Islam, ekonomi Pancasila, maupun ekonomi kerakyatan. Pemerintah diharapkan mampu mengambil langkah-langkah strategis guna memperbaiki efisiensi nasional, di antaranya dengan meningkatkan transparansi anggaran, memberantas praktik korupsi, serta mempercepat pembangunan infrastruktur yang merata di seluruh wilayah Indonesia.

Edy mengharapkan efisiensi nasional harus menjadi fokus utama kebijakan ekonomi ke depan. “Kita harus bergerak dari sekadar wacana menuju tindakan nyata. Tanpa efisiensi, pertumbuhan ekonomi yang kita capai tidak akan memberikan manfaat maksimal bagi kesejahteraan rakyat,” katanya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *