YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Multimedia Forensik memainkan peran penting dalam mengungkap bukti digital yang tersembunyi di dunia maya pada investigasi cybercrime. Dengan menggunakan teknik analisis yang canggih, seperti rekonstruksi gambar, pemulihan data yang terhapus, dan analisis metadata, Multimedia Forensik dapat membantu penyidik untuk melacak jejak digital pelaku kejahatan siber.
Erika Ramadhani, ST, MEng, Peneliti Pusat Studi (Prodi) Forensika Digital (PUSFID) dan Dosen Jurusan Informatika Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia (FTI UII) mengungkapkan hal tersebut pada Webinar MI UII #2: Pemanfaatan Multimedia Forensik untuk Investigasi Cybercrime, Sabtu (8/3/2025). Webinar diikuti mahasiswa UII, mahasiswa Prodi Informatika dari kampus mitra dan perwakilan kepolisian.
Lebih lanjut Erika menjelaskan berbagai jenis media, seperti foto, video, audio, dan dokumen, dapat memberikan bukti yang krusial dalam mengidentifikasi pelaku, menganalisis pola serangan, dan memperkuat kasus hukum. “Keakuratan dan kelengkapan pemrosesan multimedia forensik memungkinkan investigasi yang lebih efektif dalam menghadapi kompleksitas cybercrime yang semakin berkembang,” kata Erika Ramadhani.
Menurut Erika, seiring dengan perkembangan teknologi, terutama hadirnya kecerdasan buatan (AI) membuat tantangan Multimedia Forensik semakin komplek. Sebab pelaku kejahatan menggunakan AI untuk menyamarkan bukti atau membuat manipulasi digital yang lebih sulit dideteksi.
Tantangan lain, tambah Erika, ukuran data besar yang dihasilkan perangkat digital dan sistem penyimpanan saat ini juga menjadi kesulitan tersendiri, terutama dalam proses pengumpulan, penyimpanan, dan analisis bukti. Sehingga memerlukan kapasitas penyimpanan yang besar dan waktu yang lebih panjang untuk memprosesnya.
Tantangan berikutnya, kurangnya standarisasi dalam prosedur forensik multimedia menyebabkan ketidakseragaman dalam pendekatan dan metodologi yang digunakan di berbagai wilayah atau organisasi. Hal ini menghambat validitas dan keandalan bukti yang dihasilkan. “Semua tantangan ini menuntut peningkatan teknologi, sumber daya, dan kerjasama antara pihak-pihak terkait untuk menjaga integritas dan efektivitas investigasi forensik digital,” kata Erika.
Ke depan, kata Erika, keberhasilan Multimedia Forensik dalam mengungkapkan cybercrime sedikitnya membutuhkan empat strategi. Pertama, penggunaan AI dalam analisis bukti digital. Kedua, peningkatan akurasi dan automasi proses investigasi. Ketiga, regulasi yang lebih ketat. Keempat, kolaborasi dengan penegak hukum global.
Erika Ramadhani mengingatkan kepada masyarakat agar lebih waspada dalam berselancar di dunia maya. Sebab saat ini dunia maya penuh dengan manipulasi, di mana kebenaran sering kali diputarbalikkan untuk kepentingan tertentu. Setiap hari, masyarakat dihadapkan pada berbagai informasi yang bisa jadi tidak sepenuhnya jujur atau disajikan dengan tujuan untuk mempengaruhi pikiran dan keputusan.
“Oleh karena itu, kita perlu selalu waspada, kritis, dan bijak dalam menyaring setiap informasi yang datang. Agar kita tidak terjebak dalam arus manipulasi yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain,” harap Erika.

Sementara Ir Irving Vitra Paputungan, ST, MSc, PhD, Ketua Program Studi Magister Informatika FTI UII mengatakan Webinar MI UII merupakan even rutin yang dilaksanakan Program Studi Informatika, Program Magister FTI UII. Webinar MI UII #2 menyuguhkan topik yang sangat relevan dan penting dalam menghadapi tantangan era digital saat ini.
“Melalui acara ini, kami berharap dapat memberikan wawasan dan pemahaman yang lebih mendalam mengenai bagaimana multimedia forensik dapat berperan penting dalam investigasi kejahatan siber,” kata Irving.
Peserta Webinar yang terdiri mahasiswa UII, mahasiswa Prodi Informatika dari kampus mitra dan perwakilan kepolisian akan semakin bermanfaat. “Kami percaya kolaborasi ini akan membuka peluang diskusi yang bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan serta keterampilan dalam menghadapi ancaman kejahatan digital. Semoga webinar ini dapat memberikan insight yang berguna bagi mahasiswa, praktisi, dan aparat penegak hukum dalam meningkatkan kapabilitas mereka dalam menangani dan mencegah tindak kejahatan siber,” harap Irving. (*)