YOGYAKARTA – Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan masih banyak aparatur negara dan birokrat yang belum melaksanakan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi masyarakat. Karena itu, perlu ada perubahan paradigma pelayanan adminitasi publik di pemerintahan dari melayani kepentingan negara menjadi pelayan masyarakat yang berorientasi pasar.
Gubernur DIY mengemukakan hal tersebut dalam pembukaan Konferensi Internasional Indonesian Association for Public Administration (IAPA) di Gedung University Club (UC) UGM, Kamis (6/10/2016).
Dijelaskan Sri Sultan, perubahan paradigma pelayanan administrasi publik di tingkat pemerintahan pusat dan daerah sudah saatnya memperhatikan aspek aspirasi masyarakat melalui dinamika perkembangan masyarakat digital. Aspirasi masyarakat bisa menjadikan acuan dalam merumuskan kebijakan.
Perubahan pelayanan administrasi publik harus lebih terbuka, fleksibel, ramping dan bersifat rasional. “Harus mampu melayani bukan dilayani, terbuka untuk semua orang bukan segelintir orang,” kata Sri Sultan dalam sambutan tertulis yang dibacakan Kepala Biro Tata Pemerintahan Sekretariat Daerah DIY, Benny Suharsono.
Lebih lanjut Sri Sultan mengatakan pemerintah melalui aparatur negara sudah saatnya mampu mengikuti dan merespon segala dinamika yang terjadi di masyarakat. Sehingga peran administrasi publik sebagai instrumen mensejahterahkan masyarakat bisa tercapai.
Untuk bisa menyerap semua aspirasi masyarakat, katanya, pemerintah menempatkan masyarakat sebagai subjek bukan objek pembangunan. Masyarakat dan pemerintah, harus bisa saling bersinergi untuk mencapai hasil pembangunan yang maksimal.
Sedang Rektor UGM, Dwikorita Karnawati mengatakan peran masyarakat digital saat ini sangat berpengaruh dalam meningkatkan fungsi administrasi publik di pemerintahan. Menurutnya dibutuhkan langkah strategis pemerintah pusat dan daerah dalam meningkatkan kualitas dan kecepatan pelayanan publik. “Pimpinan negara kita selalu menekan segala sesuatu harus dipercepat. Saya kira peningkatan kualitas dan kecepatan perlu diperhatikan agar kita tidak tertinggal dari Malaysia, Singapaura apalagi sampai disalip Vietnam,” kata Dwikorita.
Sementara Prof Mark Evans dari Institute for Governance and Policy Analysis (IGPA) University of Canberra, Australia, mengatakan peran pemerintah, politisi, dan partai politik sangat berpengaruh dalam meningkatkan tingkat keperacayaan dan kepuasaan masyarakat pada proses demokratisasi di sebuah Negara. Ia mencontohkan kondisi di Australia saat ini mengalami periode penurunan kepuasan masyarakat terhadap demokrasi sejak 2007 lalu.
Kata Evans, berdasarkan survei opini publik yang dilakukan lembaganya, tingkat kepuasan demokrasi telah menurun terus di setiap pemerintah dari 85,6 persen pada tahun 2007 di era Howard, lalu menurun menjadi 71,5 persen di 2010 di era Kevin Rudd. Kemudian turun menjadi 61,7 persen pada tahun 2013 di era Abbott dan 58 persen pada Maret 2016 di bawah Malcolm Turnbull.
Menurutnya penurunan ketidakpuasaan masyarakat pada demokrasi dapat diindikasikan dari tingkat partisipasi politik. Selain itu, keselarasan partisan dan kepercayaan pada politisi serta lembaga-lembaga politik telah mencapai titik nadir.
Pewarta : Heri Purwata