SLEMAN, JOGPAPER.NET – Geliat Bisnis kuliner saat ini terus berkembang seiring meningkatnya pemanfaatan media digital dalam transaksi produk kuliner. Mengutip data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis pada Juni 2022, terdapat sebanyak 11.223 usaha kuliner yang tersebar di seluruh Indonesia pada tahun 2020.
Salah satu pebisnis yang tengah menggeluti bisnis kuliner di Yogya adalah Agus Wahyudin, pria kelahiran tahun 1968, mantan direktur utama perusahaan di Sumatra. Saat ini Agus, mengembangkan usaha kuliner dengan nama Swarna Cafe & Eatery di Jalan Kaliurang Sleman. Konsep bisnis yang dikembangkan Agus, dengan mengutamakan tempat yang luas, nyaman mampu untuk mendorong pertumbuhan kegiatan mahasiswa, baik dalam belajar bersama, diskusi dan rapat, sehingga tidak sekedar makan minum, namun akan memiliki keterganutngan terhadap kenyamanan serta suasana.
Bagi Agus, bisnis kuliner merupakan bidang usaha yang tidak akan pernah surut oleh waktu
“Dengan menekuni bisnis kuliner merupakan petualangan, karena sebelumnya sering pergi ke berbagai kota mengamati berbagai perkembangan variasi produk kuliner. Dalam pengamatan saya, jumlah bisnis kuliner tumbuh di berbagai kota di Indonesia,” kata Agus yang pernah menjabat direktur utama sebuah perusahaan di Sumatera.
Agus menyadari mengembangkan bisnis kuliner tidak serta merta berkenaan produk masakan semata, tapi juga sistem. Dengan alasan itulah, Agus melibatkan beberapa relasi sesuai bidangnya dalam memgembangkan bisnis kuliner, mulai dari chef, pengembang sistem juga digital marketing.
“Strategi pertama pengembangan bisnis kuliner adalah penentuan tempat. Ini menjadi penting karena dari sanalah, sebenarnya pasar akan mudah didekati, dan pelangganpun tertarget mudah diraih,’ ujar pria kelahiran 1968 ini.
Menurutnya, tempat dalam berbisnis kuliner yang strategis tidak serta merta yang berada di pinggir jalan besar dan pusat pertokoan, tapi bisa juga karena suasana alam, kedekatan emosi dengan situs bersejarah, atau eksotisme alam. Selanjutnya pada desain tempat yang sesuai penamaaan, misal cafe, kedai, angkringan, wedangan atau restoran.
Agus Wahyudin yang dibesarkan di Brebes Jawa Tengah, merasa optimis bahwa lompatan teknologi dalam transaksi, pemesanan, pembayaran dalam bisnis kuliner yang sudah mulai melibatlan investor dan perusahaan luar negeri, bukan ancaman besar, tapi akan menjadi tantangan untuk terus berinovasi.
“Pebisnis lokal lah yang harus beradaptasi pada tekonologi dan sistem yang diadopsi dari luar negeri. Sejatinya pebisnis lokal paling paham apa yang dimau pasar lokal. Sehingga pelaku bisnis memang terus belajar dan berbenah, mau menerima masukan serta belajar terus menerus, jangan merasa sudah paling pintar,” ujar Agus yang sudah dianugerahi 3 putri ini.
Awal menekuni bisnis kuliner, Agus memulai dengan memilih lokasi yang tepat. Akhirnya, pada sebuah keputusan bulat, lokasi di Jalan Kaliurang Sleman yang berdekatan dengan Kampus UII, jadi pilihan utama. Menurutnya, Kampus UII dengan jumlah mahasiswa lebih dari 25.000orang, memilki potensi untuk dijadikan pangsa pasar, dengan mengemas produk dan layanan yang sesuai dengan kebutuhan dan perilaku mahasiswa.
”Memilih Jalan Kaliurang Sleman sebagai lokasi bisnis kuliner karena tidak terlalu kental suasana pedesaannya, tapi juga bukan kota. Bagi saya, memikirkan kondisi lingkungan resto yang cukup nyaman juga mendekatkan dengan pasar pelanggan, jadi kunci utama, karena konsep produknya adalah menu harian. Di antara banyakanya menu dan resep makanan luar negeri yang masuk di Indonesia, masih ada peluang pada kebutuhan makanan harian, dari resep lokal dan tradisional. Semakin jati diri tradisionalnya menguat, maka banjirnya produk makanan juga budaya adopsi resep kuliner dari negara lain hanya akan sebagai variasi bukan pengganti,” ungkap Agus.
Imbuhnya, meski tidak memiliki keturunan pebisnis kuliner, Agus merasa talenta bisa dibentuk dari pengalaman dan belajar. Termasuk saat ini sedang mempelajari optimalisasi promosi bisnis kulinernya dengan pemanfaatan digital marketing. Agus berkeyakinan bahwa persaingan bisnis kuliner saat ini juga dipengaruhi oleh kehandalan tim marketing, utamanya melalui komunikasi daring.
“Saya sudah membuktikan sendiri antara pemasaran secara konvensional dibanding dengan pemanfaatan digital marketing, baik dari sisi dampak dan biaya yang dikeluarkan. Dari sinilah, muncul harapan agar para pebisnis kuliner Yogya harus tetap survive dan berkembang dengan sadar digital marketing, melakukan inovasi dalam komunikasi pemasaran, baik saat berpromosi maupun menerima keluhan pelanggan,” jelas Agus.
Dalam pengalaman menekuni bisnis, Agus yang juga pernah menjadi investor berbagai bidang bisnis, berpartisipasi dalam permodalan. Namun, menurutnya, memang akan lebih menantang ketika sudah menjadi pengelola restoran. Dengan alasan itulah, Agus merasa totalitas mendampingi hampir setiap hari menemani timnya, untuk melakukan inovasi dan penyempurnaan, demi kepuasan pelanggan.
Dalam mengembangkan bisnisnya, Agus dibantu oleh adiknya, Ahmad Taufiq Nugroho, sekaligus mengelola beberapa usaha yang lain. “Mas Agus miliki karakter pebisnis tulen, berbagai bidang usaha pernah dijalankan, kunci suksesnya memang harus ulet, berhati-hati dalam keputusan hal-hal besar dan terus melakukan evaluasi. Ada perbedaan saat pemasaran masih tradisional dengan media online. Hasilnya memang lebih cepat dengan pemanfaatan media digital, termasuk dalam usaha kos-kosan,” ujar Ahmad. (IPK)