YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET –– Alarm Gas Medis (Algist) merupakan inovasi produk sistem instalasi gas medis rumah sakit yang dikembangkan tiga alumni Program Studi Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri, Universitas Islam Indonesia (FTI UII). Kini Algist telah dikembangkan dengan penambahan fitur Internet of Things (IoT) sehingga bisa mengirimkan alarm ketika terdapat tekanan gas berlebih ataupun persediaan gas telah menipis.
“Pambahan fitur IoT (Algist-IoT) bertujuan agar alat bisa dilihat, dikendalikan, dan dikontrol secara jarak jauh dari ruang sentral gas,” kata Firdaus, ST, MT, PhD, dosen Prodi Teknik Elektro FTI UII kepada wartawan di sela-sela Webinar ‘The 2nd International Biomedical Instrumentation and Technology Conference (IBITeC2021)’, Kamis (21/10/2021).
Dijelaskan Firdaus, awalnya Algist ini dikembangkan tiga alumni Program Studi Teknik Elektro FTI UII yaitu Fanriado, Gilang, dan Hasyim. Alat ini telah memiliki standar acuan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun 2016 tentang Gas Medik dan Vakum Medik.
Lebih lanjut Firdasus menjelaskan perkembangan teknologi serta permintaan pasar saat ini mendorong pengembangan produk Alagist dengan penambahan fitur Internet of Things (IoT). Pengembangan ini dilakukan bersama dengan Tim Konsorsium COVID-19 UII yang diketuai Dr Firdaus dan diinisiasi Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) dan Kementerian Riset Teknologi (Kemenristek)/Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Selain itu, kata Firdaus, Direktorat Pembinaan dan Pengembangan Kewirausahaan atau Simpul Tumbuh UII menjalin kerja sama dengan PT Putra Medikaltek Indonesia. Kemitraan dengan perusahaan produsen alat kesehatan ini berfokus pada penelitian dan hilirisasi penelitian dalam pengembangan Alarm Gas Medis Digital (Algist-IoT).
“Besar harapan produk Algist-IoT dapat menjawab berbagai permasalahan dan menjadi produk unggulan karya anak bangsa pada sistem instalasi gas medik dan vakum medik. Sejauh ini produk-produk yang beredar di pasaran Indonesia didominasi oleh produk-produk impor,” tandas Firdaus.
Firdaus juga berharap pengembangan Algist-IoT dapat memberi kemudahan bagi tenaga medis. Hal ini karena setiap rumah sakit memiliki standar untuk sentral penyimpanan gas yang disalurkan untuk pasien.
“Algist-IoT diharapkan dapat menjadi solusi untuk memonitor besarnya tekanan gas yang bisa berpengaruh terhadap kinerja alat, terutama dengan alat medis seperti ventilator yang membutuhkan tekanan gas terjaga. Jika tekanan gas berlebih, maka kinerja ventilator bisa terdampak bahkan mengakibatkan kerusakan alat,” katanya.
Sementara The 2nd International Biomedical Instrumentation and Technology Conference (IBITeC2021) mengangkat tema ‘The Empowerment of Healthcare Technology to Achieve Universal Health Coverage’. Konferensi ini membahas aspek equality dalam mendapatkan fasilitas dan layanan kesehatan dengan pengembangan advanced technology di berbagai negara.
Konferensi menghadirkan nara sumber Alvin Sahroni, ST, MEng, PhD, dosen Prodi Teknik Elektro FTI UII. Sedang keynote speakers, Prof Edward Sazonov dari Amerika Serikat, Dr Noor Azurati Ahmad dari Malaysia, dan Dr Desiree Abdurrachim dari Singapura.
“Ketiga pembicara kunci ini memaparkan berbagai perkembangan teknologi dan penelitian yang telah mereka lakukan. Terutama perkembangan teknologi yang dapat mendukung layanan dan fasilitas kesehatan demi mendukung pemerataan layanan serta fasilitas kesehatan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia yang lebih baik lagi,” kata Firdaus.
Konferensi internasional ini juga didukung beberapa mitra UII seperti PUI-CBIOM3S-UNDIP, dan UTM-Malaysia. Selain itu, juga didukung oleh komunitas profesi IEEE di Indonesia yang berasal dari IEEE Communication Society Indonesian Chapter sebagai co-sponsor acara ini.
Menurut Firdaus, konferensi internasiolnal IBITeC ini merupakan event penting, terutama untuk terus menjaga atmosfer penelitian di bidang rekayasa biomedis di Indonesia. Sehingga bisa memberikan dampak positif tidak hanya pada wilayah Indonesia, namun juga dunia yang mengalami kondisi yang identik dengan isu fasilitas dan layanan kesehatan. “Seminar ini juga menjadi ajang knowledge transfer para peneliti, akademisi, pelajar, praktisi, dan industri di dunia kesehatan,” katanya.
Konferensi yang diselenggarakan Rabu-Kamis (20-21/10/2021), dapat membuka peluang kerjasama jejaring, meningkatkan awareness dalam penelitian di bidang rekayasa biomedis, dan isu-isu penelitian yang terkait lainnya. Juga diharapkan menjadi cikal bakal lahirnya kearifan lokal untuk memecahkan permasalahan kesehatan dimasa pandemi ini.
Ada lebih dari 50 artikel ilmiah dan lebih dari 30% nya berasal dari luar indonesia, seperti negara dari Amerika, Eropa, dan Asia. Konferensi ini diharapkan dapat menjadi sarana memperluas khasanah keilmuan rekayasa di bidang kesehatan di berbagai negara. Sehingga, pengembangan teknologi sejenis dalam kurun waktu jangka pendek maupun panjang dapat terealisasi dan dirasakan kemanfataannya.