Mukhammad Andri Setiawan merupakan salah satu tokoh suksesnya penyelenggaraan ‘Indonesia Higher Education CIO Forum’ di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Rabu (17/7/2019). Acara ini diikuti sekitar 150 peserta yang terdiri rektor dan pimpinan teknologi informasi (TI) dari perguruan tinggi di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya.
‘Indonesia Higher Education CIO Forum’ yang digagas UII ini akan menjadi wadah para rektor dan pimpinan berbagai perguruan tinggi untuk bertukar ide pengembangan kampus yang lebih baik dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi. Sehingga jurang pemisah antara perguruan tinggi besar dan kecil tidak terlalu jauh.
Menurut Andri Setiawan, Chief Information Officer (CIO) UII, ide untuk membuat ‘Indonesia Higher Education CIO Forum’ karena pimpinan perguruan tinggi belum menggunakan kemajuan TI secara optimal. “Pengelolaan teknologi informasi masih menjadi kendala para pimpinan di lingkungan pendidikan tinggi. Kendala tersebut terutama pada segi pengorganisasian layanan agar sejalan dengan misi dan tujuan strategis institusi pendidikan tinggi,” kata Andri saat menjadi keynote speech pada ‘Indonesia Higher Education CIO Forum.’
Padahal, lajut doktor lulusan University of Queensland Australia, di era industri 4.0, kebutuhan untuk memahami solusi teknologi informasi bagi pendidikan tinggi menjadi sebuah keharusan. Namun adanya pemahaman dan perubahan mindset yang kurang tepat, membuat kendala tersebut diselesaikan dengan cara yang berbeda-beda dan sifatnya isolatif pada masing-masing organisasi.
“Model isolatif seperti ini diakibatkan karena antar organisasi tidak mengetahui pendekatan yang paling tepat. Sehingga terjadi gap yang cukup besar atau terjadi redudansi penyelesaian suatu masalah yang berujung kepada sumber daya terpakai terlalu banyak,” tegas Andri.
Menurut Andri, untuk menyatukan organisasi-organisasi pendidikan tinggi secara bersama dan memperkenalkan manajemen tata kelola layanan teknologi informasi serta implementasinya, harus doing the right things dan doing the things right. “Upaya ini perlu dimulai karena menyatukan berbagai institusi dan organisasi bukan hal yang mudah,” ujarnya.
Kata Andri, culture shock atas tuntutan perubahan digital bagi kampus menjadi satu masalah tersendiri, belum lagi adanya pergeseran otoritas. Misal dalam relasi implementasi sistem informasi dari Kemenristekdikti (Kementerian Riset Teknologi Pendidikan Tinggi) yang diwajibkan untuk diterapkan di lingkungan perguruan tinggi.
“Perubahan mendasar dibutuhkan untuk memberikan pelayanan teknologi informasi yang lebih baik. Pergeseran layanan teknologi informasi sebagai ‘sekedar’ unit pelaksana teknis, atau fokus hanya pada manajemen teknologi menjadi manajemen layanan menuntut perubahan yang drastis pula,” kata Andri yang juga komite Jaringan Pendidikan Penelitian Indonesia (IdREN).
Perguruan tinggi, kata Andri, dituntut memiliki banyak layanan dalam bentuk ‘do more with less’, dengan fleksibilitas layanan dan proses yang terpadu (streamline process) menyesuaikan perubahan zaman. Transformasi digital ini akan melahirkan tuntutan baru untuk mampu mengantarkan pengelolaan teknologi yang efektif dan efisien.
Sejauh ini, kata Andri, hanya sebagian kecil universitas yang telah menjalankan praktik-praktik terbaik dalam mengelola teknologi informasi dan menjadikannya sebagai instrumen strategis untuk bersaing dan meningkatkan kualitas. “Sebagian besar yang lain masih menganggap teknologi informasi sebagai instrumen pendukung operasional dengan manfaat yang marginal. Kapasitas personel teknologi informasi dan dukungan kebijakan institusi belum optimal,” katanya.
‘Indonesia Higher Education CIO Forum’ diharapkan dapat membantu mempercepat akselerasi kampus-kampus di Indonesia supaya sejajar. Selain itu, pengelolaan TI yang bagus dapat mendukung untuk mewujudkan World Class University. “Untuk menjadi World Class University, kampus-kampus harus melengkapi TI dan tenaganya yang memadahi,” tandas Andri.