YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Aplikasi SatuJantung karya Dosen Fakultas Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta dapat membantu penanganan kasus henti jantung. Aplikasi SatuJantung 2.0 ini dikembangkan dr Beta Ahlam Gizela, DFM, SpFM Subsp FK(K).
Aplikasi SatuJantung telah dirilis di Playstore. Masyarakat umum terutama yang memiliki riwayat maupun risiko serangan jantung maupun henti jantung dapat mengunduh dan memanfaatkan aplikasi ini.
Setelah mengunduh aplikasi ini, pengguna bisa melakukan registrasi dengan memasukan data-data pribadi. Di antaranya, nama, jenis kelamin, tanggal lahir, nomor telepon, nomor telepon keluarga yang dapat dihubungi, tensi, berat dan tinggi badan, riwayat merokok, riwayat diabetes, serta aktivitas fisik.
Apabila data-data tersebut telah dimasukkan selanjutnya akan muncul hasil identifikasi resiko penyakit jantung dari pengguna. “Jika hasil perhitungan menunjukkan risiko tinggi sebaiknya menggunakan aplikasi ini,” kata Beta Ahlam Gizela.
Beta mengatakan aplikasi SatuJantung dirancang dengan fitur utama berupa alarm bagi pasien yang mengalami serangan jantung dan henti jantung. Aplikasi ini bisa dijalankan cukup dengan satu klik pada tombol melayang. “Jadi terjadi serangan, waktunya tidak lama dan tombol melayang ini bisa menyelamatkan penggunanya,” terangnya.
Ketika tombol melayang diklik nantinya akan muncul sejumlah informasi yang membantu petugas kesehatan dalam mengidentifikasi pasien. Beberapa informasi seperti tingginya risiko penyakit jantung, kontak keluarga yang bisa dihubungi, serta tombol emergency.
Penggunaan aplikasi ini ketika terjadi serangan jantung atau henti jantung bisa langsung mengklik tombol ‘Tolong.’ Lalu, ikuti petunjuk pertolongan pertama yang bisa dilakukan, sesuai dengan kondisi pasien. Misal, pasien dalam keadaan sadar atau tidak sadar selanjutnya mencari bantuan orang lain untuk menelepon 119 (layanan ambulans).
“Saat ini aplikasi baru dikembangkan untuk versi android 10 ke bawah. Kedepannya akan dikembangkan untuk versi diatasnya dan bisa langsung menghubungkan dengan pihak rumah sakit dan layaanan ambulans,”jelasnya.
Beta menambahkan, aplikasi ini telah dilengkapi cara melakukan pijat jantung sebagai panduan bagi penolong yang belum pernah mengikuti pelatihan. Pasien henti jantung yang mendapat pertolongan pertama berupa pijat jantung memiliki kesempatan untuk tertolong tiga kali lebih besar dari pada yang tidak mendapat pertolongan. “Dari hasil literature review yang dilakukan sang suami, dari sekitar 10 dari 100 pasien henti jantung yang mendapat pertolongan pertama berupa pijat jantung bisa diselamatkan,” kata Beta.
Beta mengharapkan hadirnya aplikasi Satu Jantung 2.0 ini dapat membantu penanganan lebih banyak pasien henti jantung. Seperti diketahui penyakit jantung masuk dalam salah satu daftar penyakit pembunuh nomor satu di negara maju maupun negara berkembang.
Berdasarkan laporan dari Global Burden of Disease dan Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) 2014-2019 penyakit jantung menjadi penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Sedangkan Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 dan 2018 menunjukan tren peningkatan penyakit jantung yakni 0,5% pada 2013 menjadi 1,5% pada 2018. “Penyakit jantung ini menjadi beban biaya terbesar di data BPJS Kesehatan pada 2021. Pembiayaan kesehatan penyakit jantung sebesar Rp.7,7 triliun,” kata Beta.
Beta menceritakan ide awal pembuatan aplikasi SatuJantung bermula saat ia dan suaminya dr Nurholis Majid, M Kes, mendapati putra mereka mengalami serangan jantung mendadak. Berdasarkan pengalaman itu keduanya tergerak menciptakan alat yang diharapkan bisa memberikan pertolongan bagi banyak orang saat mengalami serangan jantung, terutama dalam kondisi tidak ada petugas kesehatan. “Dokter yang menangani anak saya saat terkena serangan jantung mendadak ketika itu berkata mungkin putera bapak tidak akan selamat kalau bukan karena orang tuanya dokter,” kenang Beta. (*)