Bank Syariah Belum Jadi Pilihan Utama Umat Islam Indonesia

Prof Sutrisno saat menyampaikan pidato pengukuhan di Auditorium Abdul Kahar Mudzakkir Kampus Terpadu UII, Selasa (3/12/2024). (foto : Humas UII)
Prof Sutrisno saat menyampaikan pidato pengukuhan di Auditorium Abdul Kahar Mudzakkir Kampus Terpadu UII, Selasa (3/12/2024). (foto : Humas UII)

YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Saat ini jumlah perbankan syariah Indonesia sebanyak 14 bank umum syariah (BUS), 20 unit usaha syariah (UUS), dan 164 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Berdasarkan Statistik Perbankan Syariah Juni 2024, Jumlah aktiva bank syariah pada tahun 2023 sebesar Rp 816,4 triliun meningkat 4,38% dibanding tahun 2022. Dana pihak ketiga tahun 2023 sebesar Rp 669,3 triliun dan ini meningkat 10% dari tahun sebelumnya. Sedang total pembiayaan tahun 2023 sebanyak Rp 560,6 triliun atau meningkat 11,2% dari tahun sebelumnya.

Data tersebut menunjukkan perbankan syariah terus berkembang dengan pesat. Namun demikian, perkembangan tersebut jika dibandingkan dengan perbankan nasional, kontribusinya masih sangat kecil. Baik total aset, total dana pihak ketiga maupun total pembiayaan, tidak lebih dari 10% perbankan nasional. “Hal ini tidak sebanding dengan jumlah penduduk muslim Indonesia yang 80% lebih merupakan umat Islam,” kata Prof Dr Drs Sutrisno MM pada pidato pengukuhan sebagai Guru Besar UII, Selasa (3/12/2024).

Bacaan Lainnya

Sutrisno yang menjadi Guru Besar Bidang Ilmu Manajemen Keuangan, Fakultas Bisnis dan Ekonomika, Universitas Islam Indonesia (FBE UII), menyampaikan pidato pengukuhan berjudul ‘Quo Vadis Perbankan Syariah Indonesia?’ Sutrisno menyoroti sejak latar belakang berdirinya perbankan syariah, masa kini dan masa mendatang.

Lebih lanjut Sutrisno menjelaskan menurut masterplan arsitektur keuangan syariah (BAPPENAS, 2016), perbankan syariah diprediksi mampu menembus pangsa pasar perbankan sebesar 10% pada tahun 2020. Ternyata, prediksi tersebut tidak terbukti. Perbankan syariah masih berkutat dengan pangsa pasar kurang dari 10% dari perbankan nasional.

Hal ini, kata Sutrisno, tentunya menjadi tantangan yang berat bagi semua pihak yang peduli dengan ekonomi syariah. Bagaimana sebuah negara yang mayoritas beragama Islam, namun perbankan Islam tidak menjadi bank pilihan utama. “Karena itu, perlu usaha yang super ekstra bagi menajamen bank syariah dan pemerintah untuk memajukan perbankan syariah,” tandas Sutrisno.

Sutrisno menjelaskan beban manajemen perbankan syariah memang sangat berat. Sebab mereka selain berorientasi laba, perbankan syariah juga harus beroperasi sesuai maqasid syariah. Dalam operasionalnya, manajemen perbankan syariah tidak sebebas dan sefleksibel perbankan konvensional.

Mengatasi masalah likuiditas misalnya, kata Sutrisno, masih belum banyak instrumen-instrumen likuiditas yang betul-betul terbebas dari unsur bunga, baik dalam penempatan dana jika kelebihan likuiditas maupun sumber dana jika mengalami kekurangan likuiditas. Namun demikian, manajemen memang dituntut untuk bisa membawa perbankan syariah agar benar-benar sesuai dengan syariah agar kepecayaan masyarakat terhadap perbankan syariah semakin baik.

Sutrisno mengusulkan beberapa saran yang harus ditempuh manajemen perbankan syariah. Di antaranya, mengurangi porsi pembiayaan murabahah; pembiayaan mudharabah merupakan pembiayaan dengan konsep profit and loss sharing; manajemen perbankan syariah dituntut semakin meningkatkan literasi keuangan syariah; manajemen bank syariah juga harus memperhatikan dengan serius masalah SDI yang dimiliki; manajemen bank syariah juga perlu memperhatikan tiga elemen maqashid syariah, dan peran pemerintah.

Sutrisno menjelaskan tentang tiga elemen maqashid syariah, pertama, pendidikan karyawan yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan karyawan, meningkatkan profesionalitas karyawan. Kedua, menciptakan keadilan dengan memberikan pembiayaan dengan harga yang terjangkau (affordable price) dan mengambil keuntungan yang wajar (fair return). Ketiga, jalb al-maslahah yakni mengutamakan memberikan pembiayaan pada sektor riil yang sesuai dengan prinsip keadilan, mengelola zakat sehingga fungsi sosialnya bisa berjalan dengan baik.

Selain itu, tambah Sutrisno, pemerintah juga memiliki peran penting agar perbankan syariah bisa tumbuh dan berkembang dengan baik. Peran pemerintah meliputi regulasi dan kebijakan yang mendukung dan berbeda dari bank konvensional, pengawasan dan penegakan hukum dengan membentuk otoritas khusus yang mengawasi bank syariah dalam hal kepatuhan syariah.

“Pemerintah juga dituntut memberikan dukungan fasilitas keuangan untuk mendukung pengelolaan likuiditas bank syariah dengan mengeluarkan berbagai instrument likuiditas bank syariah. Pemerintah juga harus bisa memastikan adanaya persaingan yang sehat antara bank syariah dengan bank konvensional maupun antar bank syariah,” kata Sutrisno. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *