YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Rektor Universitas Widya Mataram (UWM) Yogyakarta, Prof Dr Edy Suandi Hamid, MEc menandaskan saat ini masih banyak pemimpin mengorbankan negara untuk kepentingan pribadi atau kroninya. Seharusnya mereka berkorban untuk negara seperti para pahlawan-pahlawan kemerdekaan.
Edy Suandi Hamid mengemukakan hal itu pada khotbah Sholat Idul Adha 1439 H di Lapangan Karangwaru SMA IV Yogyakarta, Rabu (22/8/2018). Sholat Ied diikuti ribuan warga Karangwaru dan sekitarnya.
Lebih lanjut Edy menjelaskan saat ini banyak penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan dan tidak memiliki pekerjaan sama sekali. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, sampai Maret 2018 masih ada 25,9 juta penduduk Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Bahkan Presiden, kata Edy, juga menyatakan masih 5,13% dari angkatan kerja masuk dalam pengangguran terbuka. Ini berarti masih lebih tujuh juta angkatan kerja menganggur, suatu jumlah yang cukup besar, atau setara penduduk Hongkong ataupun Bulgaria.
Menurut Edy, ketimpangan pendapatan dalam masyarakat mencerminkan belum adanya keadilan sosial. Mereka perlu sentuhan dan dimerdekakan dari pengangguran sehingga bisa memiliki pendapatan yang layak.
Saat ini, ujar Edy, Indonesia masih terperangkap dalam lower midlle income trap. Terjebak pada negara berpendapatan menengah bawah, dan ini sudah puluhan tahun “menjerat” Indonesia.
“Rasanya, kita masih belum memberikan energi yang maksimal, berkorban untuk memajukan Bangsa. Sebagaimana pahlawan yang mendahului kita, dan mewujudkan kemerdekaan yang sesungguhnya, dalam segala bidang kehidupan, atau suatu kemerdekaan yang substantif, bukan sekedar formalistik,” kata Edy.
Karena itu, kata Edy, dibutuhkan usaha keras dan pengorbanan lebih tinggi, kedermawanan, budaya untuk membantu sesama, terutama yang diarahkan untuk mengangkat orang-orang miskin tersebut menjadi sejahtera. Islam mengajarkan bahwa sesungguhnya di dalam harta yang dimiliki terdapat dimensi sosial karena di dalamnya terkandung hak orang lain.
Para pemimpin negara atau daerah yang diberi amanah bukan bertindak berkoban untuk negara seperti para pahlawan-pahlawan kemerdekaan Indonesia. Namun mereka bertindak mengorbankan negara untuk kepentingan pribadi atau kroninya.
Misalnya, kata Edy, memanfaatkan amanah yang diberikan untuk kepentingan memperkaya diri sendiri dengan tindakan koruptif, yang kini meluas bukan saja di eksekutif, melainkan juga di legislatif dan yudikatif. Petinggi negara yang tadinya menduduki posisi Menteri, Ketua DPR, hingga Ketua Mahkamah Konstitusi dan lain-lainnya, berada di bui karena kasus penyalahgunaan kekuasaan.
Sikap demikian tentu jauh dari nilai-nilai yang ditunjukkan Ibrahim yang justru berkorban semata-mata karena Allah SWT. Demikian juga yang ditunjukkan para pahlawan kemerdekaan yang telah berjuang sampai titik darah penghabisan untuk memerdekaan bangsa ini secara politik.
“Oleh karena itu, kita perlu mengambil sari pati dari kisah Ibrahim dan juga pemimpin Islam terdahulu yang sungguh-sungguh menunjukkan keihlasan dan kejujurannya saat diberi amanah,” tandas Edy.