YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Prof Arif Satria, Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) menyatakan para cendekiawan muslim yang tergabung dalam ICMI perlu mengoptimalkan perannya sebagai pendorong perubahan dan menjadi inspirator di masyarakat. Selain itu, cendekiawan juga perlu menjadi perekat keragaman yang dimiliki bangsa untuk merespon setiap dinamika dan persoalan dalam masyarakat.
Prof Arif Satria menyatakan hal tersebut usai melantik pengurus ICMI Organisasi Wilayah (Orwil) DIY masa bakti 2022-2027 di Auditorium Kahar Mudzakkir Universitas Islam Indonesia (UII), Senin (23/5/2022). Peran cendekiawan sangat strategis pasca pandemi Covid-19 untuk membantu masyarakat mengatasi masalah.
Sejak pandemi melanda dua tahun silam, semua negara di dunia belajar dari nol bagaimana mengatasi perubahan tidak direncanakan yang disebabkan virus. “Yang menentukan masa depan untuk keluar dari masalah pasca pandemi adalah kecepatan belajar. ICMI harus menjadi inspirator dalam proses pembelajaran itu dan menjadi pendorong perubahan yang lebih baik,” kata Arif Satria.
Arif Satria juga menyatakan ICMI yang beranggotakan berbagai latar belakang seperti akademisi, birokrat, pengusaha, penggiat Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), seniman, ulama, advokat dan lain-lain harus menjadi rumah perubahan bagi umat Islam. “Organisasi ini harus satu frekuensi dengan perubahan dan umat Islam,” ujarnya.
Sedang Ketua ICMI Orwil DI Yogyakarta 2022-2027 Prof Mahfud Sholihin, SE, MAcc, PhD, Ak, CA mengatakan ICMI DIY siap menjadi inspirator untuk perubahan yang mendorong kemajuan masyarakat Yogyakarta. “Organisasi intelektual muslim ini ingin menjadi inklusif, menjadi poros rumah perubahan, inspirasi, budaya, dan perubahan,” kata Sholihin.
Menurut Sholihin, peran menjadi rumah perubahan adalah ingin membumikan potensi untuk ikut memecahkan permasalahan masyarakt. ICMI tidak hanya melakukan kerja intelektual, tetapi juga ingin masuk pada ranah nyata atau dimensi praksis.
“Kami tidak ingin berada di menara gading. Sebaliknya kami ingin mengintegrasikan gagasan dan pelaksanaan atau mendorong gagasan membumi, yang mengedepankan gerakan nyata dengan mengoperasionalkan gagasan dalam berbagai agenda aksi di masyarakat, yang berbasis pada integrasi gerakan ilmu amaliah, dan amal ilmiah,” kata Sholihin.
Pasca pandemi Covid-19, tambah Sholihin, masyarakat memerlukan dorongan agar bisa bangkit untuk memulihkan dampak pandemi. Karena itu, ICMI membuka diri kepada persoalan publik dengan menjadi rumah inspirasi. “Kami ingin menjadi rumah lahirnya keragaman gagasan baru untuk kemajuan dan perubahan,” ujarnya.
Peran lainnya, kata Sholihin, menjadi rumah kebudayaan dan perubahan yang didasari situasi sosial Yogyakarta. “ICMI DIY bertekad untuk berpartisipasi dalam mengawal kematangan pelaksanaan demokrasi menuju kehidupan berbangsa sesuai cita-cita para founding fathers, nilai-nilai kemanusiaan, yang yang berbasis pada misi dan visi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” jelasnya.
Sementara Rektor UII Prof Fathul Wahid, ST, MSc, PhD mengemukakan, peran cendekiawan sangat penting untuk kemajuan sebuah bangsa. Beberapa kekuatan cendekiawan di antaranya, kekuatan moral, gagasan, dan perekat. Kekuatan moral, jelas Fathul, cendekiawan memiliki peran mengawal perjalanan bangsa dan negara ini, supaya tetap sesuai dengan cita-cita luhur dan konstitusi.
“Adakalanya cendekiawan meniup peluit ketika terjadi pelanggaran. Tetapi peluit yang ditiup dengan cara yang elegan, santun dan konstitusional, serta didasari dengan rasa cinta kepada bangsa ini,” kata Fathul Wahid.
Kedua, kekuatan gagasan. Sebuah bangsa yang hidup dengan dinamika tidak mungkin lepas dari masalah. Karena itu, kehadiran cendekiawan akan menjadi bagian dari solusi yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah kebangsaan dan bernegara. “Ada tantangan, cendekiawan memberikan saran yang jujur untuk kepentingan bangsa dan negara,” jelas Fathul Wahid yang juga Dewan Pakar ICMI Orwil DIY ini.
Ketiga, kekuatan perekat. Cendekiawan menjadi jembatan penghubung, tali pengikat keragaman di masyarakat. “Indonesia dibangun di atas keragaman dan ini fakta sosial dan kita tidak bisa menutup mata darinya, tetapi persatuan yang kita inginkan bukan berarti mengabaikan keragaman,” terangnya. (*)