YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Chemistrist atau ahli kimia wajib mengembangkan kimia hijau atau ramah lingkungan. Sebab saat ini, sudah banyak penggunaan bahan kimia dalam industri yang tidak ramah lingkungan sehingga bisa mengancam kelangsungan hidup manusia.
Demikian diungkapkan Prof Dr Is Fatimah, SSi, MSi pada pidato pengukuhan guru besar di Auditorium Kahar Mudzakkir Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Kamis (17/10/2019). Pidato disampaikan pada Sidang Terbuka Senat UII yang dipimpin Rektor Fathul Wahid ST, MSc, PhD. Is Fatimah mengangkat judul ‘Pengembangan Material Maju dalam Mendukung Pengembangan Kimia Berkelanjutan dan Ramah Lingkungan.’
Dijelaskan Is Fatimah, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan industri telah memudahkan kehidupan manusia. Namun di sisi lain memunculkan dampak negatif dari berbagai aktivitas terutama aktivitas industri kimia tak dapat dielakkan. “Adanya polusi air, tanah, dan udara adalah suatu dampak yang memerlukan perhatian khusus,” kata Is Fatimah yang juga Ketua Jurusan Kimia, Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) UII.
Aktivitas industri kimia, kata Fatimah, acapkali dianggap sebagai biang keladi dampak negatif tersebut. Memang dalam setiap aktivitas manusia tidak lepas dari bahan kimia. Berbagai kebutuhan manusia baik sandang, pangan, papan bahkan alat telekomunikasi, adalah produk dari bermiliar reaksi kimia.
Dalam sejarah industri kimia, jelas Is Fatimah, faktor produktivitas lebih banyak diarahkan untuk mendapatkan hasil sintesis sebanyak-banyaknya. Mereka tidak mempertimbangkan efek yang ditimbulkan seperti dihasilkannya residu, limbah bahan kimia serta efek toksikologi dari produk yang dihasilkan.
Dari aspek lain, konsumsi energi bagi beberapa reaksi sangat tinggi. Jumlah dan variasi produk kimia yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari tumbuh dengan cepat. “Untuk memproduksi material atau bahan baru, terkadang senyawa baru digunakan yang barangkali memiliki efek kesehatan yang belum diketahui atau bahkan merugikan,” tandas ibu tiga anak ini.
Karena itu, kata Is Fatimah, dibutuhkan kimia hijau yang bisa mewujudkan pembangunan berkelanjutan pada berbagai lini. Ada 12 prinsip untuk mewujudkan kimia hijau yaitu pencegahan (waste prevention), atom economy, sintesis bahan kimia rendah bahaya (less hazardous chemical synthesis), desain bahan kimia aman (designing safer chemicals), pelarut dan bahan tambahan aman (safer solvents and auxiliaries), desain untuk efisiensi energi (design for energy efficiency).
Selanjutnya, penggunaan bahan terbarukan (use of renewable feedstocks), pengurangan produk turunan/derivative (reduce derivatives), katalisis (catalysis), desain untuk degradasi (design for degradation), analisis sewaktu untuk pencegahan polusi (real-time analysis for pollution prevention), dan pencegahan kecelakaan akibat bahan kimia secara inheren (inherently safer chemistry for accident prevention).
“Jurusan Kimia telah melakukan ikhtiar pengembangan kimia hijau, melalui peta jalan Laboratorium Riset Advanced Material for Energi and Environment (MEE). Fokus penelitian kami adalah pengembangan material maju berbahan mineral dan bahan alami pada preaprasi katalis, adsorben dan nanopartikel. Hasilnya diaplikasikan pada berbagai reaksi, baik dalam penyediaan bahan kimia penting, energi terbarukan, dan pengolahan limbah organik atau zat warna,” kata Is Fatimah.