YOGYAKARTA — Diplomat selain memiliki peranan sebagai perwakilan negaranya di luar negeri juga dituntut bisa menjadi sales. Sebab diplomat menjadi ujung tombak dalam melakukan penetrasi pasar, mengundang turis asing dan promosi investasi. Sehingga banyak wisatawan, investasi yang masuk ke Indonesia dan bisa meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Dr Bambang Susanto MA, Sekretaris Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan (BPPK) Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia mengemukakan hal tersebut pada
kuliah umum bagi mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Kamis (6/10/2016). Kuliah umum yang mengetengahkan tema “Membumikan Politik Luar Negeri Bagi Kepentingan Rakyat” dilaksanakan di Ruang Sidang Amphi Theater lantai 4 Gedung Pasca Sarjana UMY.
Lebih lanjut Bambang Susanto mengemukakan sektor pariwisata memiliki hubungan erat dengan pemberdayaan ekonomi kerakyatan. Karena itu, seorang diplomat harus bisa merefleksikan keadaan di negaranya ketika berada di luar negeri. “Tidak semata-mata berkata manis dan berkata negaranya aman-aman saja, namun juga harus berkata jujur dalam memberikan informasi dengan cara-cara yang baik,” kata Bambang.
Selama ini, di kalangan umum, diplomat dikenal sebagai orang jujur yang ditempatkan di luar negeri untuk berbohong. “Padahal tidak seperti itu adanya. Zaman sekarang tidak mungkin diplomat berbohong, karena arus globalisasi telah merambat dengan cepat, orang bisa tahu keadaan suatu negara dengan cepat,” katanya.
Menurut Bambang, diplomat bukan hanya pejabat yang selalu berpenampilan rapi namun tenaga kerja Indonesia (TKI) dan tenaga kerja wanita (TKW) yang di luar negeri termasuk diplomat. “Mereka juga termasuk duta bangsa di luar negeri. Mereka pahlawan devisa kita. Mereka juga berperan dalam menampilkan keunggulan negara kita. Salah satunya, menampilkan kebudayaan Indonesia seperti tari, dan beberapa kesenian,” katanya.
Kebijakan Luar Negeri yang dirumuskan Kementerian Luar Negeri mencakup seluruh bidang di dalam negeri. Karena itu, proses di dalam negeri mempengaruhi kebijakan luar negeri. “Proses yang terjadi di dalam negeri sangat mempengaruhi kebijakan luar negeri. Aspek-aspek dinamika politik, ekonomi, budaya harus ditangkap untuk menjadi usulan kebijakan luar negeri bagi Kemenlu,” tutur Bambang.
Menurutnya Politik Luar Negeri memang seharusnya berpihak pada kepentingan rakyat. “Kebijakan luar negeri harus lebih tepat sasaran. Hal ini karena sekarang ini, Indonesia seperti mengayuh di dua karang. Masalah yang dihadapi lebih besar,” ujarnya.
Dalam bidang ekonomi misalnya, Bambang melihat Benua Afrika sebagai ‘The
Future Continental’ bagi Indonesia. “Dalam hal kebutuhan pasar, Benua Afrika bisa sangat menguntungkan bagi Indonesia. Kita punya Jalan Soekarno di Maroko, Buah mangga “Soekarno” di Mesir, bahkan ada Ikan “Soekarno” di Irak. Kita punya kedekatan sejarah yang panjang di Afrika, tapi kita belum melakukan apa-apa,” katanya.
Penulis : Heri Purwata