YOGYAKARTA — Dosen Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia (FTI UII), Dhomas Hatta Fudholi ST, MEng, PhD berhasil menyusun ontologi pengetahuan herbal. Ontologi pengetahuan herbal internasional ini diharapkan bisa membantu masyarakat untuk menemukan obat herbal atau tumbuh-tumbuhan herbal untuk mengobati suatu penyakit.
“Ontologi merupakan sebuah representasi pengetahuan yang kaya. Ontologi mendeskripsikan konsep dan terminologi di dalam sebuah domain tertentu beserta relasinya, propertinya, dan batasan-batasannya. Ontologi dituliskan dengan bahasa formal yang dapat dimengerti oleh mesin dan manusia, sehingga dapat dengan mudah dibagikan,” kata Dhomas Hatta yang didampingi Kepala Pusat Studi Informatika Medis, Izzati Muhimmah, PhD kepada wartawan di Yogyakarta, Jumat (16/6/2017).
Dijelaskan Dhomas, ontologi sebagai representasi pengetahuan yang kaya, banyak diaplikasikan sebagai basis pengetahuan pada berbagai sistem rekomendasi dan sistem pendukung keputusan. Komunitas dan masyarakat memiliki pengetahuan yang terus berkembang dan berharga bagi lingkup yang lebih luas ketika dibagikan.
“Pengetahuan yang didapat dari masyarakat dan komunitas ini dapat kemudian diekstrak menjadi pengetahuan umum. Hal ini dapat menjadi penyelarasan pengetahuan di mana studi formal dan standar global belum ada,” kata Dhomas.
Untuk menyusun ontologi herbal, Dhomas telah melakukan penelitian dari berbagai literatur tentang herbal. Penelitiannya untuk membangun model dan kerangka kerja (framework) serta mengumpulkan dan membuat sebuah standar global pengetahuan umum herbal dalam bentuk ontologi yang kaya dan bersumber dari berbagai komunitas dan masyarakat.
“Pengetahuan umum herbal ini diharapkan dapat menjadi basis pengetahuan pada sistem rekomendasi dan pendukung keputusan bidang medis pengobatan alami. Misalnya, untuk menjawab tumbuhan herbal apa yang tumbuh di Yogyakarta dan dapat mengobati sakit kepala,” kata Dhomas yang baru menyandang gelar doktor.
Dijelaskan Dhomas, domain pengetahuan herbal dipilih pada penelitian ini karena tiga hal. Pertama, pengetahuan dalam domain herbal belum memiliki standar yang diterima secara global walaupun sudah ada studi yang membangun ontologi untuk domain ini. Di antaranya, Thai herb, Indonesian medicinal plants, dan traditional Chinese medicine.
Kedua, domain herbal mempunyai pemahaman yang beragam karena setiap daerah atau negara mempunyai praktek yang berbeda. Contohnya, (i) di Cina, jahe digunakan untuk mengobati flu, muntahmuntah, dan diare; (ii) di Thailand, jahe digunakan untuk mengobati perut yang tidak nyaman dan gangguan pencernaan; (iii) di Indonesia, jahe digunakan untuk menyembuhkan sakit perut dan penambah nafsu makan. “Ada persamaan dari ketiganya yaitu dalam aplikasinya untuk masalah yang terkait dengan perut,” katanya.
Ketiga, pengetahuan dalam domain herbal terus berevolusi dan berkembang. Perkembangan pengetahuan dalam domain herbal tidak selalu memperkaya pengetahuan sebelumnya. Misalnya, Februari 2016 teh hijau diteliti bisa mengobati penyakit sendi. Sedang bulan Juni 2016 teh hijau diteliti kembali dan mampu juga untuk mengobati down syndrome.
“Namun juga dapat memunculkan kontradiksi. Misalnya, terdapat hasil studi yang berbeda di waktu yang beda untuk echinachea. Ada studi yang menyebutkan bahwa echinachea efektif untuk mengurangi gejala flu, dan ada studi yang menyebutkan sebaliknya.
Ontologi pengetahuan herbal ini masih disimpan dan perlu pengayaan isi sehingga bisa dipakai universal seluruh dunia. “Mudah-mudahan tidak terlalu lama ontologi pengetahuan herbal ini bisa dibuka melalui website,” katanya.
Penulis : Heri Purwata