YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Dosen Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Widya Mataram (UWM) Yogyakarta, Bagus Ajy Waskyto Sugiyanto MA memberi pelatihan dasar dan pemahaman tentang kekerasan berbasis gender milenial kepada generasi Z atau milenial. Sehingga mereka dapat menjadi agen-agen pembaharuan dalam memahami bahaya kekerasan gender, dan menyokong pengurangan atau upaya menghilangkan aksi negatif.
Bagus Ajy Waskyto Sugiyanto menjelaskan pelatihan pemahaman tentang kekerasan gender telah dilaksanakan kepada pemuda di dusun Gandeng Karang Taruna Sorogenen, Dukuh Bibis, Kalurahan Timbulharjo, Kapanewon Sewon, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Ahad (22/5/2022). Peserta pelatihan adalah pemuda dan pemudi karang taruna berusia antara 15-20 tahun.
Pelatihan tersebut melibatkan pendamping empat orang mahasiswa dari Prodi Ilmu Komunikasi UWM. Hal ini dimaksudkan agar mahasiswa memahami berinteraksi dengan masyarakat.
Dijelaskan Bagus, pelatihan ini menggunakan metode role play agar peserta bisa mudah memahami permasalahan. “Pelatihan ini didasari rasa prihatin atas maraknya kekerasan berbasis gender,” kata Bagus.
Berdasarkan catatan tahunan Komnas Perempuan selama tahun 2020 terjadi 299.911 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan (Komnas Perempuan, 2021: 1). Jumlah ini mengalami penurunan sebesar 31% jika dibandingkan dengan laporan tahun sebelumnya.
Faktor penurunan kasus karena kesadaran akan kedudukan perempuan sudah baik. Tetapi karena kebijakan PSBB selama pandemi yang membuat korban dekat dengan pelaku, sehingga tidak berani melaporkan kasus yang dialaminya (Komnas Perempuan, 2021: 1).
Namun pada tahun-tahun sebelumnya ada lonjakan sebesar 6,2 %. Tahun 2018 terdapat 406.178 kasus dan tahun 2019 sebesar 431.471 kasus. Angka ini semakin mengkhawatirkan bahwa ternyata dalam waktu 12 tahun kekerasan terhadap perempuan meningkat sebesar 792% (Lokadata. Id, 2020).
Bagus mengaku prihatian, kekerasan terhadap perempuan masih marak terjadi hingga saat ini. Walaupun sudah sejak satu abad yang lalu tokoh-tokoh perempuan seperti RA Kartini, Cut Nyak Dien, Dewi Sartika, ataupun Nyai Ahmad Dahlan (dan tokoh-tokoh perempuan lainnya) memberikan sumbangsih yang besar terhadap negeri ini. “Ternyata kondisi perempuan pada umumnya masih pada taraf yang tidak baik-baik saja,” kata Bagus.
Menurut dia, kondisi tersebut terkait dengan kultur sosial di Indonesia model patriarki. Model sosial ini membuat pihak perempuan semakin tidak berdaya.
Konstruksi sosial dalam masyarakat melekatkan konsep seks dan gender. Seks atau jenis kelamin adalah suatu kategori biologis, sedangkan gender adalah konsep sosial yang berhubungan dengan sejumlah karakteristik psikologis dan perilaku yang kompleks yang dipelajari seseorang dalam pengalaman sosialisasinya.
“Pengertian gender kerap kali tertukar dengan pengertian seks. Pengertian seks adalah suatu kategori biologis, sedangkan gender merupakan konsep sosial,” kata Bagus. (*)