YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Pakar Ekonomi, Prof Dr Edy Suandi Hamid, MEc menyambut baik kunjungan Presiden Prabowo ke beberapa negara mitra telah mendapatkan komitmen investasi yang jumlahnya ratusan triliun rupiah. Namun komitmen tersebut harus dikawal betul agar bisa terealisir. Jangan sampai komitmen tersebut hanya sekedar PHP atau pemberi harapan palsu.
Edy Suandi Hamid yang juga Rektor Universitas Widya Mataram (UWM) ini mengemukakan hal tersebut pada Halaqah AWM Mingguan, Jumat (29/11/2024). Acara yang diselenggarakan secara Daring melalui Zoom Meeting dan Channel Youtube Abdul Wahid Maktub ini mengangkat tema ‘Politik Antar Bangsa.’ Acara ini menampilkan dua pembicara yaitu Dr KH Abdul Wahid Maktub, President University Lecturer dan Edy Suandi Hamid.
Halaqah AWM Mingguan ini diikuti beberapa tokoh, di antaranya, Prof Dr Imam Suprayogo, Guru Besar Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang; Prof Ir H Mansur Ma’shum PhD, Guru Besar Universitas Mataram; Prof Dr Achmad Fathoni Rodli, MPd, Guru Besar Universitas Maarif Hasyim Latif; Dr Aam Bastaman dari Universitas Trilogi; dan KH Manarul Hidayat, Ketua Umum Forum Komunikasi Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (FK KBIHU). Acara yang dimoderatori Dr Andi Maryam, SST, MKes dari Universitas Indonesia Timur ini disaksikan lebih dari 100 orang secara Daring.
Lebih lanjut, Edy Suandi Hamid menyatakan Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Indonesia masih sangat tinggi. ICOR adalah parameter ekonomi makro yang menunjukkan perbandingan antara tambahan investasi dengan tambahan output. Pada tahun 2023 ICOR Indonesia sebesar 7.6, dan angka ini jauh lebih tinggi dari rata-rata ASEAN.
“ICOR menjadi tinggi dan kebutuhan investasi menjadi lebih banyak karena investor harus membuat jalan, menyediakan pembangkit listrik, pergudangan, sumber daya manusia, dan sebagainya,” kata mantan Ketua Dewan Pertimbangan Forum Rektor ini.
Menurut Edy, di Pulau Jawa dan sekitarnya, fasilitas untuk menunjang kegiatan ekonomi sudah relatif baik. Walau kondisi tersebut masih jauh tertinggal dibanding negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, bahkan Thailand. “Indonesia sangat luas, dengan ribuan pulau, dan sangat beragam, sebagian masih miskin sarana prasarana pendukung, sehingga ICOR menjadi lebih tinggi dibanding negara tetangga yang relatif kecil,” kata Edy.
Sementara KH Abdul Wahid Maktub mengungkapkan perilaku setiap negara memiliki suatu kebijakan dengan manuver-manuver dan negara tidak berbeda dengan manusia, di mana negara juga membutuhkan kekuatan untuk mendapatkan kedamaian. Kekuatan nasional suatu negara adalah total dari sumber daya untuk mewujudkan kepentingan nasional dan cita-citanya.
“Kekuatan dapat berupa variabel seperti ekonominya harus kuat, politiknya stabil, budaya, militer, dan teknologi. Kekuatan ini dapat berfluktuasi tergantung dari kepemimpinan dan partisipasi publik. Indonesia memiliki sumberdaya yang melimpah seperti nikel sebagai sumber energi terbarukan yang diperebutkan banyak negara,” kata Abdul Wahid Maktub yang pernah menjadi Duta Besar Republik Indonesia untuk Qatar Periode 2003 – 2007. (*)