YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Pakar Ekonomi, Prof Dr H Edy Suandi Hamid, MEc menandaskan saat ini sudah mendesak untuk mengembangkan ekonomi yang berdasarkan nilai-nilai Islam. Sebab saat ini umat Islam dihadapkan pada dominasi oligarki dalam perekonomian, yang menyebabkan umat lebih sering menjadi konsumen dibandingkan produsen.
Edy Suandi Hamid, Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah Daerah Istimewa Yogyakarta (MES DIY) mengemukakan hal tersebut pada Ceramah Tarawih (CETAR) di Masjid Syuhada Yogyakarta, Kamis (20/3/2025). CETAR yang digelar Masjid Syuhada bekerjasama dengan MES DIY mengangkat tema ‘Ekonomi Umat di Tangan Oligarki: Mengapa Muslim Selalu Jadi Konsumen?’
CETAR dilaksanakan setelah Sholat Isya’ dan menjelang Sholat Taraweh di Masjid Syuhada. Peserta CETAR jamaah sekitar 250 orang yang berasal dari dari berbagai kalangan, termasuk mahasiswa, pengusaha, akademisi, dan masyarakat umum.
Lebih lanjut Edy Suandi Hamid yang juga Rektor Universitas Widya Mataram (UWM) mengatakan meningkatnya religiositas umat Islam Indonesia yang tidak selalu berbanding lurus dengan perbaikan kondisi sosial-ekonomi. Secara kasatmata, keberagamaan di Indonesia berkembang pesat.
“Tempat ibadah bertambah, dakwah semakin meluas, bahkan nilai-nilai agama semakin tampak dalam berbagai aspek kehidupan. Namun, realitasnya, praktik korupsi, kesenjangan sosial, dan ketidakadilan ekonomi masih menjadi tantangan besar,” kata Edy Suandi Hamid.
Saat ini, tambah Edy, salah satu tantangan utama yang dihadapi umat Islam adalah dominasi oligarki dalam perekonomian. Hal ini menyebabkan umat Islam lebih sering menjadi konsumen dibandingkan produsen.
“Kita terlalu terbiasa membeli, bukan memproduksi. Padahal, Islam mengajarkan kemandirian ekonomi, menghindari riba, serta membangun bisnis yang berorientasi pada kesejahteraan bersama, bukan hanya kepentingan segelintir orang,” tandas Edy.

Menurut Edy, sistem ekonomi berbasis nilai-nilai Islam sudah mendesak untuk diperkuat dan diperbesar perannya di Indonesia. Sebab sistem ekonomi berbasis nilai-nilai Islam yang mengedepankan keadilan, kesetaraan, dan kepedulian sosial.
Model ekonomi Islam, kata Edy, tidak hanya akan memperkuat daya saing umat tetapi juga memberikan dampak sosial yang lebih luas. “Islam mengajarkan keseimbangan antara spiritualitas dan aktivitas ekonomi. Dalam sejarah, kita punya banyak contoh tokoh Muslim yang sukses secara ekonomi tanpa meninggalkan prinsip-prinsip agama,” katanya.
Edy mencontohkan, sosok Mohamed Salah, pesepak bola asal Mesir. Ia dikenal bukan kepiawaiannya mengolah bola di lapangan, tetapi kedermawanan dan komitmennya terhadap nilai-nilai Islam. “Keteladanan seperti ini bisa menjadi energi positif bagi umat untuk membangun karakter dan kemandirian ekonomi. Kita butuh lebih banyak figur yang dapat menginspirasi masyarakat untuk aktif berkontribusi dalam perekonomian dan kehidupan sosial lainnya,” harap Edy. (*)