YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Dr Imamudin Yuliadi, Ketua Program Studi (Kaprodi) Ilmu Ekonomi, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) menandaskan etika harus menjadi arus utama pada era ekonomi digital. Saat ini, sudah mulai muncul cyber crime, money laundering, dan kejahatan ekonomi lainnya.
Imamudin mengungkapkan hal tersebut pada Technical Meeting International Conference on Islamic Economics and Financial Inclusion (ICIEFI), di Kampus Terpadu UMY, Senin (29/7/2019). “Bagaimanapun era disrupsi, selain butuh inovasi juga mutlak perlu dipandu dengan etika. Ekonomi tidak bebas nilai, maka perlu pengarusutamaan etika dan nilai keadilan berekonomi,” kata Imamudin.
Lebih lanjut Imamudin mengatakan isu inovasi dan sustainabilitas menarik untuk dikaji karena membawa aspek peluang dan risiko. Semakin terbukanya akses kepada pasar dalam era digital sekarang ini, memudahkan transaksi ekonomi karena sirkulasi barang dan jasa dihubungkan dengan teknologi digital.
Di Indonesia, kata Imamudin, transaksi fintech tumbuh 16.3% setahun dengan nominal USD 22,338 miliar (Fintech Report 2018). Saat ini, jumlah populasi lebih dari 250 juta orang, penetrasi internet di atas 100 juta orang, pengguna aktif media sosial di atas 100 juta. Sedang pertumbuhan ekonomi relatif stabil, sebesar 5 persen per tahun. “Inovasi di bidang teknologi akan terus berkembang pesat. Kondisi ini memerlukan panduan nilai dan kebijakan yang memadahi,” tandas Imamudin.
Sedang Ahmad Ma’ruf, Panitia ICIEFI 2019 mengatakan Prodi Ilmu Ekonomi UMY akan menggelar konferensi internasional mengenai ekonomi Islam dan Inklusi Keuangan. Tahun 2019 ini merupakan penyelenggaraan keempat kalinya.
Tahun ini, kata Ma’ruf yang juga dosen Prodi Ilmu Ekonomi UMY, tema konferensinya tentang mencari keseimbangan aspek inovasi dan aspek sustainabilitas. “Tak bisa dipungkiri bahwa digitalisasi telah menjadi trend dan mentransformasi gaya hidup manusia. Keberadaan taksi Daring (dalam jaringan), berbagai lapak digital/marketplace dan teknologi finansial telah memberikan perubahan perilaku manusia dalam berekonomi,” kata Ma’ruf.
Dijelaskan Ma’ruf, konfrensi yang akan berlangsung selama dua hari, Selasa-Rabu (30-31/7/2019) diikuti 126 akademisi dari berbagai kampus dari enam negara, yakni Inggris, Jepang, Taiwan, Philipina, Malaysia dan Indonesia. Konferensi ini diharapkan menjadi media pertemuan para cendekia dari berbagai negara untuk berdiskusi.
“Mereka juga diharapkan dapat menghasilkan solusi mengenai bagaimana menemukan keseimbangan di tengah pesatnya inovasi dengan tetap menjaga sustainabilitas dalam bidang pembangunan, khususnya keuangan maupun bisnis berbasis digital,” tandas Ma’ruf.