YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Rektor Universitas Islam Indonesia, Fathul Wahid mengatakan kepercayaan publik Amerika terhadap saintis di akhir tahun 2024 mengalami peningkatan. Publik menilai para saintis akan bertindak untuk kepentingan masyarakat berdasarkan disiplin ilmu yang dimilikinya.
Fathul Wahid mengemukakan hal tersebut saat menyampaikan sambutan pada Serah Terima Surat Keputusan Kenaikan Jabatan Akademik Profesor kepada lima dosen UII di Gedung Sardjito, Kampus UII, Selasa (18/2/2025). Kelima dosen yang mendapatkan SK Profesor adalah Ir Sholeh Ma’mun, ST, MT, PhD dari Jurusan Teknik Kimia; Dr Subhan Afifi, SSos, MSi dari Jurusan Ilmu Komunikasi; Dr apt Vitarani Dwi Ananda Ningrum, SSi, MSi dan apt Suci Hanifah, SF, MSc, PhD dari Jurusan Farmasi; serta Ir Eko Siswoyo, ST, MSc ES, PhD, IPU dari Jurusan Teknik Lingkungan.
Lebih lanjut Fathul Wahid mengatakan berdasarkan hasil survei Pew Research Center, November 2024, sebesar 76% publik Amerika percaya bahwa saintis akan bertindak untuk kepentingan publik. “Meski kepercayaan publik naik, namun skor masih jauh lebih rendah dibandingkan ketika sebelum terjadi pandemi Covid-19 yang pernah mencapai 87%,” kata Fathul Wahid.
Kepercayaan ini, tambah Fathul Wahid, jauh di atas kepercayaan publik terhadap politisi terpilih (33%), pemimpin bisnis (40%), jurnalis (45%), dan bahkan pemimpin agama (55%). Publik juga melihat bahwa saintis merupakan orang yang cerdas (89%) dan fokus pada penyelesaian masalah nyata (65%).
“Lebih dari separuh (51%) publik Amerika menginginkan saintis terlibat dalam debat pengambilan kebijakan publik. Namun, hanya 45% publik yang melihat bahwa saintis adalah komunikator yang baik,” kata Fathul.
Bagaimana dengan konteks Indonesia? Laporan yang dimuat Nature Human Behaviour bulan Januari 2025, bisa menjadi rujukan. Laporan ini membandingkan kepercayaan publik terhadap saintis di 68 negara. Skor Amerika pada laporan ini adalah 3,86 (1=sangat rendah; 5=sangat tinggi). Indonesia tepat di bawahnya dengan skor 3,84. Artinya, kepercayaan publik Indonesia terhadap saintis masih tinggi.
Skor tertinggi diperoleh Mesir (4,30) dan India (4,26). Skor terendah dimilik oleh Albania (3,05) dan Kazakhstan (3,13). Artinya, publik Mesir dan India mempunyai kepercayaan yang sangat tinggi terhadap saintis. Namun, tidak demikian halnya di Albania dan Kazakhstan.
Temuan menarik lainnya, kata Fathul, religiositas berhubungan positif dengan tingkat kepercayaan terhadap sains. Hal ini berbeda dengan temuan studi sebelumnya di konteks Eropa dan Amerika, yang justru sebaliknya.
“Di negara-negara muslim, kepercayaan terhadap saintis berkorelasi dengan religiositas. Kepercayaan bahwa Alquran juga memuat prinsip-prinsip sains memberi konteks untuk temuan ini. Tentu masih banyak faktor penjelas dalam laporan tersebut. Tidak bijak jika saya sampaikan semuanya di waktu yang terbatas ini,” katanya.
Pertanyaan selanjutnya adalah: apa yang diinginkan publik terhadap saintis terkait dengan pengambilan kebijakan publik? Studi Cologna et al. (2025) mengungkap beberapa temuan menarik. Sebanyak 83% publik mengharapkan saintis dapat berkomunikasi dengan kalangan awam. Selain itu, 54% publik juga menginginkan saintis bekerja sama dengan politisi untuk mengintegrasikan sains dalam perumusan kebijakan. Soal aktivisme saintis, 49% publik juga berharap saintis terlibat dalam advokasi kebijakan.
Berdasarkan ilustrasi tersebut, Fathul Wahid mengajak intelektual publik atau profesor perlu memainkan perannya. Intelektual publik wajib mendekatkan kajiannya dengan kepentingan publik, mengedukasi publik dengan narasi alternatif yang saintifik, dan jika diperlukan terlibat dalam advokasi isu yang berkenaan dengan urusan publik.
Dalam rilis yang disusun Ike Agustina, SPsi, MPsi, Psi, Direktur Sumber Daya Manusia/Sekolah Kepemimpinan UII, saat ini, UII telah melahirkan 54 Profesor, dan yang aktif sejumlah 46 Guru Besar yang tersebar di berbagai bidang keilmuan. Bagi UII, penambahan lima profesor dalam satu waktu penyerahan SK ini merupakan yang terbanyak sepanjang sejarah.
Peningkatan jumlah profesor ini menunjukkan komitmen UII dalam meningkatkan peran dalam dunia pendidikan tinggi di Indonesia. Jumlah profesor di UII sendiri berpotensi akan terus bertambah di masa mendatang. Saat ini, UII memiliki 845 dosen, dengan 283 di antaranya berpendidikan S3. Dari jumlah tersebut, 119 dosen telah mencapai jabatan akademik Lektor Kepala, dan 83 di antaranya memiliki jenjang pendidikan S3 sehingga hanya selangkah lagi memperoleh jabatan akademik tertinggi.
Berdasarkan data Statistik Pendidikan Tinggi oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi tahun 2023, jumlah dosen di Indonesia di bawah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi mencapai 270.820 orang, dengan 9.790 dosen di antaranya atau sekitar 3,6% telah menyandang jabatan akademik profesor. Sedang rata-rata jumlah dosen bergelar profesor di UII mencapai 5,4%, yang berarti lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional. Pencapaian ini menjadi modal besar bagi UII untuk terus berkontribusi dalam pengembangan pendidikan tinggi, baik di tingkat nasional maupun internasional. (*)