YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Fakultas Hukum, Universitas Islam Indonesia (FH UII) berupaya mencari solusi untuk mengatasi permasalahan Muslim sebagai minoritas di negara-negara non Muslim. Yaitu menggelar konferensi internasional bertema ‘Ethnic Minority Groups in Majority Ethnic Countries’ di Auditorium Kampus Cik Di Tiro Yogyakarta, Selasa (17/12/2019).
Konferensi internasional ini menghadirkan namsumber Prof Samina Yasmeen. Direktur dan Pendiri UWA’s Centre for Muslim States and Societies; Assoc Prof Dr Rohaida Nordin, Universiti Kebangsaan Malaysia: Assoc Prof Dr Muhammadzakee Cheha, Fatoni University. Selain itu, Prof Jawahir Thontowi SH PhD; Nandang Sutrisno SH, LLM, MHum, PhD; dan Drs Agus Triyanta MA, MH, PhD dari Universitas Islam Indonesia. Sedang keynote speaker Dr Sulaiman Syarif, Sesditjen Hukum dan Perjanjian lntemasional Kementerian Luar Negeri.
Dijelaskan Dekan FH UII, Dr Abdul Djamil, saat ini sedang mencuat isu-isu Muslim sebagai minoritas yang mendapat perlakukan tidak baik dari negaranya. Di antaranya, etnis Muslim Uighur di Cina, Rohingnya di Myanmar, dan Muslim di Pathani Thailand. “Mereka membutuhkan bantuan dunia internasional,” kata Abdul Djamil.
Sementara Prof Jawahir Thontowi, SH PhD, Steering Committee mengatakan ada beberapa pandangan yang dihasilkan konferensi internasional ini. Pertama, perlu ada perlindungan hak-hak minoritas, baik secara sosial, politik, budaya dan ekonomi serta kebebasan beragama merupakan hak azasi manusia yang tidak dapat ditawar (non derogable rights). Karena itu negara berdaulat dimanapun belahan dunia ini wajib memberikan perlindungan secara seksama sesuai dengan maksud dan tujuan Piagam PBB, dan secara khusus di Indonesia sesuai dengan Pasal 27, 28, 29, 30, dan Pasal 31 UUD NRI1945; 2.
Kedua, negara-negara yang gagal dalam melaksanakan tugasnya untuk memberikan perlindungan, pengakuan dan penghormatan atas hak azasi manusia, khususnya kelompok minoritas suku dan agama perlu mendapatkan atensi dari masyarakat intemasional. Hukuman dapat dilakukan melalui blockade atau embargo ekonomi sebagaimana perlakuan Pemerintah Israel terhadap bangsa Palestina.
Ketiga, mendesak kepada Komisi Hak Azasi Manusia PBB, untuk mengambil tindakan yang pantas dan meyakinkan kepada negara-negara yang telah jelas-jelas melanggar Konvensi Genosida, atau pelanggaran atas kejahatan kemanusiaan. Keempat, mendesak Pemerintah Indonesia sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar dunia untuk memberikan bantuan terhadap masyarakat suku Uighur di Xinjiang.
Kelima, mendukung sikap Negara dan Pemerintahan Gambia bersama 53 negara pendukung lainnya untuk membawa Pemerintah Myanmar pimpinan Aung San Suu Kyi ke ranah Mahkamah Pidana lntemaasional. Karena perbuatan dan pembiaran serta penindasan genosida atas minotitas Muslim Rohingya di Provinsi Rakhine.
Keenam, mendesak kepada UNDP. UNHCR. dan UNO untuk membatalkan MoU antara Bangladesh dan Myanmar terkait proses repatriasi pengungsi minoritas Muslim Rohingya di Bangladesh. Bukan saja dikarenakan Pemerintah Myanmar tidak memberikan jaminan tempat, keamanan, dan kehidupan yang layak, melainkan juga termasuk pemberian kewarganegaraan kepada minoritas Muslim Rohingya.
Ketujuh, mendesak Negara-negara Muslim, untuk sama-sama membantu dan mendorong serta bersatu untuk menyuarakan penegakan HAM dan proses peradilan di Mahkamah Pidana Intemasional melalui pengambilan keputusan di DK PBB.