YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Seorang guru besar sudah saatnya meneguhkan diri menjadi pemikir mandiri dengan referensi yang kaya dan tidak lagi terbawa arus narasi publik. Apalagi di era paskakebenaran ketika opini sarat kepentingan lebih dikedepankan dibandingkan fakta.
Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Prof Fathul Wahid, ST, MSc, PhD mengatakan hal tersebut pada penyerahan Surat Keputusan (SK) Profesor Noor Cholis Idham ST, MArch, PhD di Kampus Terpadu UII Yogyakarta, Selasa (9/3/2021). SK Profesor diserahkan Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) Wilayah V Prof Dr Didi Achjari, SE, MCom, Akt kepada Rektor UII Prof Fathul Wahid.
Selanjutnya, Rektor UII Prof Fathul Wahid menyerahkan SK tersebut kepada Prof Noor Cholis Idham. Bertambahnya satu profesor, kini UII memiliki 22 dosen yang bergelar guru besar.
Lebih lanjut Fathul Wahid mengatakan narasi alternatif untuk meluruskan yang bengkok dan melengkapi perspektif, sangat ditunggu lahir dari para guru besar. “Saya yakin, komunitas akademik dan bahkan publik bersepakat untuk ini,” kata Fathul.
Menurut Fathul Wahid, jika hal ini dilakukan, maka para guru besar tidak lagi membangun argumen hanya untuk kepentingan diri sendiri atau kepentingan sesaat. Sampai level tertentu, bisa jadi semangat altruisme, berkorban untuk orang lain dan institusi, diharapkan melekat pada para guru besar. “Inilah saatnya mengasah kebahagiaan ketika mampu memberi, dan tidak lagi terlalu menikmati suka ketika menerima,” katanya.
Dijelaskan Ike Agustina, SPsi, MPsi, Psikolog, Direktur Sumber Daya Manusia UII, Prof Noor Cholis Idham merupakan Guru Besar pertama pada Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia (FTSP UII). Noor Cholis Idham merupakan salah satu peserta program percepatan profesor yang diinisiasi UII sejak 2019.
Prof Noor Cholis Idham pernah menjabat Kaprodi Arsitektur sejak tahun 2013 dan pernah dinobatkan sebagai Kaprodi Terbaik di UII pada tahun 2015. Ia melakukan inisiasi kerjasama internasional Prodi Arsitektur dengan banyak universitas luar negeri antara lain Turki, Jerman, dan Korea.
Peningkatan kualitas pembelajaran juga telah berhasil dilakukan dengan didukung kolega dan staf yang mempunyai kompetensi tinggi di dunia pendidikan arsitektur. Ia menerapkan sistem studio dan kini masih menjadi satu-satunya kampus arsitektur di Indonesia yang sudah menerapkan fixed studio. Studio ini buka 24 jam untuk menjamin kepastian pelayanan bagi mahasiswa arsitektur.
Sejak tahun 2014, mahasiswa Arsitektur UII juga sudah terbiasa melakukan berbagai aktifitas internasional antara lain student exchange, summer school, international workshop, international conference dan sebagainya. Para dosen juga berhasil dibawa ke level dunia dengan mengirimnya sebagai staff exchange dan aktif di berbagai international events.
Beberapa profesor tamu dari perguruan tinggi luar negeri juga dihadirkannya untuk membawa atmosfer internasional di Arsitektur UII. Program kelas internasional arsitektur/International Program (IP) juga telah dibuka pada saat beliau menjadi Kaprodi pada tahun 2017.
“Di bawah kepemimpinannya, Jurusan Arsitektur UII telah terakreditasi secara internasional melalui Korean Architectural Accrediting Board (KAAB) untuk pendidikan 4 tahun sarjana dan satu tahun program profesi (skema pendidikan 4+1 tahun yang mengikuti Canberra Accord),” kata Ike Agustina.
Setelah menjabat sebagai ketua jurusan, akreditasi rentang waktu tiga tahun dari KAAB diraihnya melalui kerja kolektif pada tahun 2017 dan diperkuat pada pada tahun 2020 dengan raihan ‘akreditasi penuh’ enam tahun oleh KAAB. Status akreditasi penuh internasional ini juga memastikan setiap alumni JARS UII mempunyai kemampuan tinggi dan otomatis diakui secara internasional terutama di negara-negara yang telah meratifikasi Canberra Accord seperti Amerika, Inggris, Korea, Australia, China, dan sebagainya.
“Pencapaian ini membawa tonggak sejarah sangat penting untuk memastikan Jurusan Arsitektur UII telah mencapai taraf dunia dengan penjaminan kualitas internasional,” kata Ike.