YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Kebijakan pendidikan bagi disabilitas tidak bisa lagi berdasarkan charity atau belas kasihan. Tetapi harus berdasarkan pada hak azasi manusia (HAM). Artinya, kelompok disabilitas mendapatkan perlakuan yang setara dengan manusia normal.
Dr Bahrul Fuad, MA, Komisioner Komnas Perempuan Republik Indonesia mengemukakan hal tersebut pada webinar bertema “Urgensi Mata Kuliah Disabilitas dalam Studi Hubungan Internasional” Jumat (22/4/2022). Webinar diselenggarakan Program Studi Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia (PSHI UII) bekerjasama dengan Asosiasi Ilmu Hubungan Internasional Indonesia (AIHII).
Selain Bahrul Fuad, webinar ini menampilkan pembicara Muhammad Zulfikar Rakhmat, BA, MA, PhD, Dosen Program Studi Hubungan Internasional UII dan Dra Baiq LSW Wardhani, MA, PhD, Dosen Departemen Hubungan Internasional Universitas Airlangga. Sedang moderator webinar, Karina Utami Dewi, Sekretaris Program Internasional, PSHI UII.
Webinar ini merupakan salah satu bentuk komitmen dari PSHI UII untuk menjadi pionir yang menambah khasanah keilmuan dengan mengajarkan topik disabilitas melalui kacamata Hubungan Internasional. PSHI UII berharap dapat berkontribusi dalam upaya memperjuangkan pemenuhan hak-hak bagi kelompok disabilitas.
Lebih lanjut Bahrul Fuad mengatakan disabilitas merupakan konsep yang dinamis. Di dalamnya terdapat konsep impairment barriers, environmental barriers, dan attitude barriers. Konsep impairment barriers menyebabkan penyandang disabilitas memiliki kebutuhan khusus. Konsep environmental barriers yaitu hambatan dari lingkungan. Sedang konsep attitude barriers adalah hambatan dari perilaku.
Adanya hambatan yang dialami kelompok disabilitas ini perlu diperhatikan dan diubah. Salah satunya dengan memastikan adanya kesinambungan antara pengambil kebijakan baik pada sistem pendidikan maupun sistem layanan publik untuk memastikan pemenuhan hak-hak kelompok disabilitas.
Muhammad Zulfikar Rakhmat yang saat ini berada di Korea Selatan sebagai Research Professor, di Korean Institute for ASEAN Studies, Busan University of Foreign Study memberikan materi mengenai praktik mata kuliah Politik Global Disabilitas. Saat ini, Politik Global Disabilitas menjadi mata kuliah pilihan di PSHI UII.
“Sebagai penyandang disabilitas, Mata Kuliah Disabilitas penting di dalam pendidikan tinggi terutama dalam studi ilmu hubungan internasional. Karena kelompok disabilitas itu ada menjadi aktor dalam konflik, ekonomi politik, ataupun konsep kekuasaan yang sangat kental dalam hubungan internasional,” jelas Zulfikar.
Sementara Baiq Wardhani yang juga Ketua Bidang Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) Asosiasi Ilmu Hubungan Internasional Indonesia (AIHII) membahas mengenai Edukasi Isu Disabilitas dalam Kurikulum Pendidikan Tinggi. Baiq Wardhani mengatakan disabilitas merupakan isu global yang perlu mendapatkan perhatian dalam bidang pendidikan dengan kurikulum yang inklusif.
“Adanya mata kuliah Disabilitas dalam hubungan internasional ini merupakan langkah yang bagus untuk meningkatkan kesadaran. Karena kita sebagai bagian dari masyarakat, maupun pengambil kebijakan dalam pendidikan bertanggung jawab untuk menyediakan fasilitas. Sehingga siapa saja yang menuntut ilmu, termasuk penyandang disabilitas, dapat mencapai potensi penuh mereka,” tegas Baiq Wardhani.