Kepemimpinan Santri

KH Mudrik Qori. (foto : dokumen pribadi)
KH Mudrik Qori. (foto : dokumen pribadi)

Oleh : Drs KH Mudrik Qori, MA *)

Mekkah Kecik dan Kota Santri
Kabupaten Ogan Ilir sebagai kawasan yang sangat kuat dengan nilai-nilai Islam telah menjadi takdir Allah SWT. Kehidupan yang Islami telah menyatu padu dalam masyarakat Ogan Ilir. Diterima dan berjalan secara wajar dan alami (given) serta diterima begitu saja ‘lah bak itu nian’ (take for granted), sehingga tidak bisa dipisahkan.

Bacaan Lainnya

Oleh karena itu, membangun Kabupaten Ogan Ilir tidak hanya berarti membangun infrastruktur fisik saja. Tetapi juga memperkuat dan mengembangkan masyarakat yang Islami, yang pada akhirnya turut berkontribusi pada “kebangkitan Islam” baik dalam konteks nasional maupun global.

Tradisi Islam yang kita saksikan saat ini di Ogan Ilir telah berkembang sejak abad ke-18. Tradisi Islam tersebut dipengaruhi oleh para ulama yang menimba ilmu di kawasan Timur Tengah, seperti Mekkah, Madinah, dan Mesir.

Perpaduan antara Islam dan budaya lokal inilah yang menjadikan Ogan Ilir pada era 1960-an dikenal dengan sebutan “Mekkah Kecil.” Julukan ini menggambarkan kehidupan masyarakat Islam di Ogan Ilir yang khas, semarak, dan berkembang subur, berbeda dari kabupaten/kota lain di Sumatera Selatan, Indonesia, bahkan di seluruh Nusantara.

Julukan tersebut semakin diperkuat oleh peran besar lembaga pendidikan Islam di Ogan Ilir. Tiga pesantren tertua di Sumatera Selatan berada di kabupaten ini, yaitu Pesantren Nurul Islam Sribandung, Pesantren Raudhatul Ulum Sakatiga, dan Pesantren Al-Ittifaqiah Indralaya.

Selain itu, perkembangan ratusan pesantren, rumah tahfizh, dan madrasah yang ada saat ini semakin meneguhkan Ogan Ilir sebagai “kota santri.” Hal ini menarik perhatian daerah lain, provinsi lain, bahkan negara lain untuk datang dan belajar di Ogan Ilir.

Perda Santri dan Program Santri
Karakteristik “kota santri” yang melekat pada Kabupaten Ogan Ilir bukan sekadar semboyan atau hiasan kata-kata. Karakteristik ini harus tercermin dalam budaya birokrasi dan tata pemerintahan yang Islami. Pemerintah Kabupaten Ogan Ilir telah menetapkan Peraturan Daerah (Perda) tentang Budaya Santri, yang diimplementasikan oleh seluruh dinas, instansi, dan lembaga terkait.

Sebagai contoh, dalam upaya menerapkan “Rekomendasi Al-Quran Kultural” dari Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an (LPTQ) Provinsi Sumatera Selatan, Pemkab Ogan Ilir mewajibkan seluruh aparatur pemerintahan untuk mampu membaca Al-Quran. Untuk mendukung hal ini, diadakan program pembinaan baca tulis Al-Quran secara teratur.

Selain itu, seluruh kantor di Ogan Ilir menerapkan kebiasaan membaca Al-Quran selama 5 menit sebelum memulai kegiatan rutin kedinasan. Pengajian rutin mingguan dan bulanan juga diselenggarakan sebagai bagian dari pembinaan keagamaan yang dikoordinasikan oleh pemerintah daerah bersama Forum Ulama Umaro, Majelis Ulama Indonesia (MUI), LPTQ, dan lembaga-lembaga keagamaan lainnya.

Perhatian khusus terhadap pembangunan sumber daya manusia yang Islami dan berkarakter santri menjadi prioritas penting bagi pemerintah daerah. Meskipun ini adalah tugas pemerintah, namun secara kultural juga dilaksanakan oleh masyarakat melalui pondok pesantren, para ulama, serta guru-guru ngaji dan agama.

Beberapa kebijakan yang telah diambil antara lain Perda tentang Pondok Pesantren, pembinaan Kafilah Ogan Ilir untuk Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) dan Seleksi Tilawatil Quran (STQ), kebijakan zakat profesi, perhatian khusus terhadap guru-guru ngaji, serta penyediaan fasilitas kesehatan. Semua program ini memerlukan perhatian serius dan berkelanjutan dari pemerintah untuk memastikan keberhasilan dan kesinambungannya.

Pemimpin Santri
Menyambut Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di “Kota Santri” Ogan Ilir pada tahun 2024, harapan kita semua adalah terpilihnya seorang pemimpin yang memiliki karakter dan nilai-nilai seorang santri. Pemimpin yang mampu membawa semangat keislaman ke dalam setiap aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat.

Dalam konteks ini, pemikiran Al-Mawardi dalam kitabnya Al-Ahkam as-Sulthaniyyah sangat relevan untuk dijadikan pedoman. Al-Mawardi, yang bernama lengkap Abu al-Hasan Ali bin Muhammad bin Habib al-Mawardi al-Bashri (364 H/975 M – 450 H/1058 M), adalah seorang ulama besar dalam bidang fikih, hadis, dan pemikiran politik. Beliau merupakan salah satu tokoh terkemuka dalam Mazhab Syafi’i pada abad ke-10 dan pernah menduduki jabatan tinggi dalam pemerintahan Dinasti Abbasiyah.

Menurut Al-Mawardi, imamah atau kepemimpinan adalah perwujudan dari kekuasaan dan fungsi kehakiman. Dalam pandangannya, imamah didirikan untuk menggantikan fungsi kenabian, dengan tujuan memelihara agama dan mengatur urusan dunia.

Seorang pemimpin, menurut Al-Mawardi, tidak hanya berperan sebagai kepala pemerintahan (al-sultaniyah), tetapi juga sebagai pemimpin agama (khalifah). Dengan demikian, seorang pemimpin ideal adalah sosok yang mampu menyatukan kedua peran tersebut, menjadi kepala pemerintahan sekaligus pemimpin umat yang sejati, yang merepresentasikan dan menyatu dengan masyarakat yang dipimpinnya.

Al-Mawardi menegaskan bahwa dalam memilih seorang pemimpin, diperlukan dua syarat utama: pertimbangan rasional dan pertimbangan syariah. Pertimbangan rasional mencakup kemampuan, kecakapan, dan pengalaman dalam mengelola pemerintahan. Sedangkan pertimbangan syariah meliputi integritas moral, ketaatan pada ajaran agama, serta kemampuan menjadi teladan dalam kehidupan beragama.

Sejalan dengan pemikiran tersebut, harapan kita bersama adalah agar pemimpin Kabupaten Ogan Ilir yang terpilih dalam Pilkada mendatang adalah sosok yang mencerminkan karakter seorang santri, baik dalam aspek kultural maupun kebijakan. Pemimpin yang tidak hanya memiliki pemahaman agama yang mendalam, tetapi juga mampu menerjemahkannya dalam bentuk kebijakan dan program-program inovatif yang mencerminkan nilai-nilai keislaman.

Dengan demikian, Kabupaten Ogan Ilir dapat terus berkembang sebagai “Kota Santri” yang tidak hanya diakui di tingkat lokal, tetapi juga menjadi contoh bagi daerah lain dalam mengimplementasikan nilai-nilai Islam dalam tata kelola pemerintahan dan kehidupan masyarakat.

Kesimpulan
Kesimpulan dari tulisan ini adalah bahwa Kabupaten Ogan Ilir, yang dikenal sebagai “Mekkah Kecil” dan “Kota Santri,” memiliki warisan Islam yang kuat yang telah menyatu dalam kehidupan masyarakatnya. Pembangunan daerah ini tidak hanya berfokus pada infrastruktur fisik tetapi juga pada penguatan nilai-nilai Islam dan kebangkitan Islam di tingkat nasional dan global.

Dalam menjaga dan mengembangkan identitas sebagai “Kota Santri,” pemerintah daerah telah menerapkan berbagai kebijakan yang mendukung kehidupan Islami, termasuk Perda Budaya Santri dan program-program yang memperkuat pendidikan agama, seperti pembinaan baca tulis Al-Quran dan dukungan untuk pesantren.

Menyambut Pilkada 2024, harapan besar masyarakat Ogan Ilir adalah terpilihnya seorang pemimpin yang mencerminkan karakter santri-pemimpin yang tidak hanya memiliki pemahaman agama yang mendalam tetapi juga mampu mengimplementasikannya dalam kebijakan dan program pemerintah yang Islami. Dengan demikian, Kabupaten Ogan Ilir dapat terus menjadi contoh teladan dalam penerapan nilai-nilai Islam dalam pemerintahan dan kehidupan masyarakat, baik di tingkat lokal maupun nasional. (*)

*) Mudir Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah Indralaya Ogan Ilir Sumatera Selatan Indonesia, Ketua Harian LPTQ Provinsi Sumatera Selatan, Ketua Dewan Pakar Lembaga Pengembangan Literasi Al-Quran (LPLQ) Nasional

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *