YOGYAKARTA, JOGPAPER.NET — Kutunggu di Pojok Ngasem, Studio Podcast milik Universitas Widya Mataram (UWM) Yogyakarta fasilitasi seniman pameran agar tetap eksis di masa pandemi Covid-19. Ini merupakan manifestasi UWM yang mendeklarasikan sebagai kampus berbasis budaya.
Rektor UWM, Prof Dr Edy Suandi Hamid, MEc mengemukakan hal tersebut pada Ngobrol bersama Seniman di Pendopo Agung Dalem Mangkubumen, Kamis (6/5/2021). Seniman yang hadir di antaranya Yaksa Agus, Rismanto, Ignasius Dicky Takndare, Teguh Sariyanto, Aliem Bakhtiar, Erwin Duta Rustaman, Sabar Jambul, Agung Pekik, Amin Taasha, Irvan Muhammad, dan Pupuk DP.
“Kutunggu di Pojok Ngasem berupaya untuk saling merentangkan tangan di mana UWM berusaha membuka diri menyediakan ruang dialog. Sehingga terbangun dialektika dalam pola membangun inisiasi bersama, partisipatory, sinergi, kolaborasi dengan seluruh pihak,” kata Edy.
Lebih lanjut Edy menegaskan, UWM dan seluruh pihak terkait selalu bersama-sama memproduksi-reproduksi ilmu pengetahuan sebagai upaya mendiseminasi budaya unggul bagi tumbuhnya budaya hibryd. Harapannya suatu saat bisa mewujud sebagai rumah bersama untuk saling berbagi.
“Kutunggu di Pojok Ngasem menjadi pintu masuk bagi pengembangan program yang melibatkan sivitas akademika UWM bersama elemen masyarakat luas,” harap Edy yang juga anggota Param Praja Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ini.
Ngobrol bersama Seniman ini dipandu Wakil Rektor III Puji Qomariyah, SSos, MSi dan diikuti seniman-perupa peserta Pameran Tunggal Satu Karya atau Solo Artworks Exhibition (SAE). Selain SAE, Kutunggu di Pojok Ngasem memiliki beberapa agenda di antaranya, Temu Kamis Legen, Architecture Factory Lab, Pendapa Agung Mmid Monthly Performances, October Fest bersamaan dengan acara Dies Natalis UWM, dan Lingkar Pendapa Agung meliputi diskusi, workshop, seminar, bedah buku dan kegiatan literasi.
“Adanya bauran moda presentasi karya secara daring-luring memungkinkan masyarakat luas untuk menyaksikannya melalui internet. Lebih dari itu, kami mencoba menghadirkan e-katalog tumbuh berisi karya tunggal yang dipresentasikan ditambah dengan beberapa karya yang bisa diunduh siapapun. E-katalog tumbuh yang kami susun sebagai suplemen pameran itu sendiri, setidaknya publik bisa mendapatkan informasi tambahan,” kata Puji.
Sedang Yaksa, salah satu seniman mengatakan pameran karya secara virtual belum menemukan format yang sesuai. Namun para seniman tetap dapat mempresentasikan karya dalam pameran tunggal yang dapat diakses kapan saja.
Pupuk DP, seniman lain mengungkapkan, program ini menarik karena di tengah pandemi seniman dipaksa mempresentasikan karya dengan cara yang tidak ada sebelumnya. Pameran tunggal satu karya melalui dalam jaringan (Daring) ini menjadi salah satu alternatif agar tetap eksis.
“Menjadi seniman sudah takdir Tuhan yang harus kita jalani, banyak enaknya menjadi seniman. Saya bisa berimajinasi kemanapun. Meski di kamar namun bisa berimajinasi keluar,” kata Pupuk.
Sementara, Agung Pekik mengatakan melalui Studio Podcast Kutunggu di Pojok Ngasem, karya-karya seniman diharapkan dapat dikenal dimana-mana. Semua seniman yang datang merasa dirinya bukan seniman, tapi pekerja seni.